Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI),
drh. Wiwiek Bagja, mengatakan jumlah penderita rabies di Bali telah
mencapai 6.000 orang. Puluhan ribu hewan di sana diperkirakan sudah
terjangkiti penyakit rabies. “Di Bali, hewan yang digigit
berpuluh-puluh ribu, banyak yang mati karena rabies. Sekitar 6.000
orang sudah terkena rabies,” kata Wiwiek Bagja dalam pembekalan calon
dokter hewan periode Desember 2009, Senin (21/12), di Auditorium
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM.
Wiwiek menyesalkan Gubernur
Bali yang belum mengambil tindakan untuk menangani penyebaran penyakit
rabies yang telah menjangkiti sapi dan babi di wilayahnya. Padahal, di
Bali terdapat sekitar 600 ribu anjing. “Mereka belum melakukan langkah.
Seharusnya Gubernur yang mengumumkan kondisi ini setelah dilobi oleh
Dirjen Keswan,” ujarnya.
Menurut Wiwiek, lambannya
penanganan penyebaran penyakit rabies di Bali disebabkan hampir seluruh
pegawai dinas peternakan di wilayah itu bukan dari kalangan profesi
dokter hewan. Dengan demikian, tidak ada penelitian dan tidak ada yang
berani mengambil kebijakan tegas, ditambah lagi dengan adanya Peraturan
Pemerintah yang menyatakan hanya pejabat eselon I yang boleh menentukan
kondisi tanggap nasional di bidang veteriner. “Di seluruh Bali, 90
persen kepala dinas bukan dokter hewan. Mereka tidak pernah rapat
penanggulangan rabies, yang ada hanya workshop saja,” tambahnya.
Di hadapan ratusan calon dokter
hewan yang akan dilantik, Wiwiek berpesan agar mereka meningkatkan
kualitas kemampuan sehingga mampu bersaing dengan dokter hewan dari
luar negeri. Saat ini, sudah ada dokter hewan dari Jepang dan Australia
yang bekerja di dalam negeri.
Selain Wiwiek, dalam pembekalan
yang mengambil tema “Menuju Dokter Hewan yang Profesional dan
Berkompetensi Tinggi”, juga dihadirkan Wakil Direktur Taman Impian Jaya
Ancol, Dr. drh. Teuke Sahir. Ia berpesan agar dokter hewan tidak
segan-segan bekerja di perusahaan swasta karena jenjang karir lebih
menjanjikan seperti yang dilakukannya. Selama ini, banyak yang gagal
bekerja di perusahaan swasta karena mereka tidak sabar, tidak kompeten,
dan tidak fokus. (Humas UGM/Gusti Grehenson)