KENDARI – Kebakaran hutan lahan gambut yang terjadi di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil diatasi. Pasalnya, banyak titik sumber api tidak mampu dipadamkan meskipun berbagai upaya sudah dilakukan seperti menyiramkan air dari helikopter maupun dengan teknologi hujan buatan. Kepulan kabut asap yang begitu tebal di udara dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat diantaranya makin terbatasnya jarak pandang dan gangguan pernafasan.
Melihat kondisi ini empat mahasiswa UGM menawarkan solusi untuk mengatasi dan mencegah kebakaran hutan khususnya di hutan lahan gambut. Keempat orang mahasiswa ini adalah Dirga Permata Jumas, Dian Arief Risdiyanto, Aeina Desy Rachmawati dan Lita Yunitasari. Dibawah bimbingan dosen Kimia FMIPA UGM Dr. Nurul Hidayat Aprilita, keempat mahasiswa menawarkan gagasan mengatasi kebakaran lahan gambut dengan teknologi integrated water ground fire wetland system (I-wows).
Dirga Permata selaku ketua tim mengatakan teknologi ini memanfaatkan keberadaan sungai yang ada di sekitar lahan gambut. Selanjutnya, air sungai diangkat lewat pompa dengan menggunakan energi dari panel surya. Setelah itu, air dialirkan ke tangki nanopartikel. “Pada tangki nano partikel ini mengandung zeolit yang dinilai ampuh dalam memadamkan api lebih cepat,” kata Dirga saat memaparkan hasil gagasan mereka yang dituangkan dalam produk pameran poster di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-28 di Kendari, Rabu (7/10).
Seperti diketahui, kebakaran hutan lahan gambut disebabkan tipe kebakaran bawah (ground fire). Apabila terjadi kebakaran, api berbentuk seperti kantung asap dimana sumber titik api berada di bawah lapisan permukaan gambut. Untuk mengetahui apabila terjadi kebakaran di lapisan bawah, maka para mahasiswa ini menggunakan sensor temperatur dan kelembaban. “Jika sensor ini mendeteksi panas pada lapisan ground fire maka dengan secara otomatis alat pemadam akan bekerja untuk mematikan api,” katanya.
Dikatakan Dirga, tangki nanopartikel dipasang di dua lokasi, pertama di pinggir sungai dan di permukaan gambut. Adapun tangki nanopartikel yang ada di permukaan gambut tertintegrasi dengan sumur bor. Sementara pompa air yang mengandung nanopartikel zeolite dipasang di bibir sungai lalu dialirkan lewat pipa di dalam ground fire.
Lita Yunitasari, salah satu anggota tim, mengatakan ide untuk mengatasi kebakaran lahan gambut dengan sistem irigasi nanopartikel terintegrasi sensor ini berangkat dari keprihatinan mereka melihat lahan gambut yang rentan terbakar. Padahal, apabila terjadi kebakaran, ground fire menyebar secara masif dan sulit terdeteksi. “Akhirnya kita memilih sistem irigasi nanaopartikel yang terintegrasi sensor untuk mencegah dan sebagai pemadam kebakaran hutan,” katanya.
Sementara itu Dr. Nurul Hidayat selaku dosen pembimbing dari penelitian ini mengatakan tim mahasiswa sengaja memilih bahan zeolit untuk dimasukkan dalam tangki nanopartikel. Zeolit semacam lempung dalam ukuran nano dipasang pada tangki berfungsi untuk memadamkan api. Caranya, zeolit-CO2 dialirkan menuju ground fire yang kemudian CO2 di lepas dari kerangka zeolit dan memadamkan ground fire. “Api bisa padam dan CO2 terdegradasi,” paparnya.
Sistem irigasi-nanopartikel terintegrasi sensor ini merupakan satu dari ratusan hasil gagasan tertulis mahasiswa yang dipamerkan dalam pameran poster di PIMNAS. Berbagai ide mahasiswa terbilang cukup menarik. Meskipun demikian, gagasan ini tidak cukup selesai di tingkat ide, namun perlu diuji dan diaplikasikan di tengah masyarakat untuk mengatasi kebakaran hutan lahan gambut (Humas UGM/Gusti Grehenson)