Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan Amerika Latin terjalin cukup lama melalui berbagai skema kerja sama, mulai dari Forum for East Asia – Latin America Cooperation (FEALAC) hingga Pasific Alliance. Meski demikian, rendahnya intensitas perdagangan dan investasi negara-negara tersebut dengan Indonesia menunjukkan belum adanya kerja sama yang cukup kuat di bidang perekonomian.
“Kita punya hubungan politik yang cukup dekat dengan Amerika Latin. Di tingkat akar rumput pun kita mempunyai framework yang sama dalam melihat perpolitikan. Tapi dengan situasi semacam itu tidak serta merta menghangatkan hubungan perdagangan dan ekonomi,” tutur dosen Ilmu Hubungan Internasional UGM, Dr. Riza Noer Arfani, Jumat (11/5) di Ruang Seminar Timur FISIPOL UGM.
Hal ini ia sampaikan dalam Forum Kebijakan Luar Negeri bertajuk “Pengembangan Hubungan Ekonomi dan Perdagangan Indonesia-Mercosur : Perspektif Ekonomi Politik Internasional” yang diselenggarakan oleh Institute of International Studies (IIS) UGM dan Sociedad Indonesia para America Latina (SIpAL) FISIPOL UGM, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI.
Forum ini mengupas berbagai tantangan serta peluang kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Amerika Latin, terutama melalui blok perdagangan di Amerika Selatan, MERCOSUR. Riza menuturkan intensitas perdagangan dan investasi dari negara-negara Amerika Latin masih belum cukup signifikan dibandingkan dengan negara mitra di kawasan Asia, Eropa, serta Amerika Utara. Meski demikian, ia menyebutkan bahwa arah kebijakan perekonomian pemerintahan Joko Widodo serta fenomena perekonomian dunia saat ini menunjukkan terbukanya peluang untuk meningkatkan volume perdagangan dan investasi di waktu mendatang.
“Ini adalah tanggung jawab besar bagi pengambil kebijakan. Tapi melihat perkembangan terbaru dalam fenomena global production network sebenarnya terbuka lebar peluang untuk membuka perdagangan dengan mereka. Inisiatif kerja sama selatan-selatan juga cukup ditekankan dalam pemerintahan ini, yang bisa membuka peluang perdagangan dengan MERCOSUR,” imbuhnya.
Kepala Subdirektorat III Direktorat KSIA Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Virdiana Ririen Hapsari, menambahkan saat ini kawasan Amerika Latin memang menjadi salah satu sasaran pelaksanaan diplomasi ekonomi Indonesia.
“Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Indonesia membuka keran ekspor ke pasar-pasar atau negara non-tradisional, kawasan Amerika Latin menjadi salah satu pasar prospektif bagi Indonesia. Hal ini membuat Indonesia harus mampu memanfaatkan engagement dengan Amerika Latin khususnya melalui beberapa organisasi regional di kawasan tersebut,” jelasnya.
Belum maksimalnya pemanfaatan pasar di kawasan Amerika Latin, ujar Ririen, salah satunya disebabkan oleh kendala geografis serta bahasa. Indonesia, menurutnya, perlu mengembangkan konektivitas dengan negara-negara Amerika Latin seperti dalam bentuk konektivitas sosial budaya, konektivitas people-to-people, serta konektivitas media.
“Kawasan Amerika Latin memiliki bonus demografi, yaitu sekitar seperempat dari total populasi atau sekitar 163 juta penduduk adalah kaum muda berusia 15-29 tahun. Seperti halnya Indonesia, keunggulan tersebut menjadi driving force kawasan, khususnya pada sektor-sektor industri kreatif maupun UKM,” papar Ririen.
Sebagai proyeksi ke depan, menurutnya, terbuka peluang bagi pembentukan perdagangan Indonesia-MERCOSUR, khususnya mengingat MERCOSUR telah menyampaikan keinginan untuk membentuk perjanjian perdagangan dengan negara-negara ASEAN. Ia pun mengajak masyarakat Indonesia, baik dari kalangan pebisnis, akademisi, media, dan khususnya kalangan generasi muda untuk terlibat dalam membangun konektivitas tersebut. (Humas UGM/Gloria)