Menjelang pilkada dan pilpres jumlah akun buzzer dan akun robot semakin banyal bermunculan. Umumnya akun ini menanggapi soal berita politik dengan mengutip sumber berita yang tidak jelas. Oleh karena itu, warga internet (warganet) diharapkan lebih peka dalam merespons akun semacam ini sehingga diperlukan sikap lebih bijak dalam menerima, memproses, mengolah serta membagikan infomasi ke media sosial. Hal itu dikemukan oleh peneliti Center for Digital Society (CfDs) Fisipol UGM, Viyasa Rahyaputra, saat menyampaikan hasil penelitiannya mengenai sentimen warganet terhadap isu UU MD3 di twitter dan portal Berita Daring, Senin (14/5) di Fisipol UGM.
Dalam penelitian CfDS terkait opini warganet terhadap revisi UU MD3 pada bulan Februari dan Maret lalu, sebanyak 4.605 tweets diketahui berkaitan dengan UU MD3. Namun, dari jumlah tersebut sekitar 57 persen tweets diunggah oleh akun buzzer. “Hanya 43 persen tweets yang betul-betul opini,” katanya.
Pemilahan akun buzzer ini, kata Viyasa, dilakukan dengan melihat karateristik buzzes di twitter yang umumnya sumber identitas akunnya tidak jelas, lalu mengutip berita daring dari sumber yang dipertanyakan dan akun tersebut menanggapi berita politik dari sumber yang tidak bisa dipercayakan kredibilitasnya.
Selain isi konten dan identitas akun yang tidak jelas, fenomena buzzer juga bisa dilihat dari aktifitas tweets yang dilakukan akun tersebut dalam setiap harinya yang dianggap tidak biasa, “Aktifitas tweet satu bulan saja bisa 423 ribu tweets jauh melebihi aktifitas normal,” katanya.
Fenomena ini digunakan untuk mengganggu lalu lintas informasi sehingga informasi negatif lebih banyak bermunculan di kalangan warganet. “Tujuannya untuk mengganggu lalu lintas informasi,” katanya.
Meski demikian, kata Viyasa, untuk menanggulangi fenomena akun semacam ini tidak mudah, namun begitu warganet lebih bisa mengolah informasi yang ada di media sosial untuk ditelaah lebih dalam sebelum mengunggah opini dalam menanggapi sebuah informasi.
Sehubungan dengan hasil penelitian mengenai sentimen opini warganet terhadap kemunculan UU MD3 pada Februari dan Maret lalu, CfDS menemukan bahwa warganet twitter lebih banyak memberikan sentimen negatif terhadap isu UU MD3. “Sebanyak 69 % memberikan sentimen negatif, 29 % netral dan hanya 2 persen yag positif,” kata Lamia Putri Damayanti, peneliti CfDS lainnya.
Sementara itu, 694 berita yang dikumpulkan dari 6 portal berita daring, seperti CNN Indonesia, Kompas, Kumparan, Liputan 6, Merdeka, Sindo News dan Tribunnews, diketahui terdapat 412 jumlah berita yang dinilai netral, 231 berita negatif dan 51 berita positif. Namun, dari sumber portal daring, sentimen yang paling banyak dimunculkan oleh warganet adalah sentimen negatif. (Humas UGM/Gusti Grehenson)