Sebanyak 60 mahasiswa asing dari 11 negara mengikuti kursus musim panas yang bertemakan Smart City, Village and Region dan kegiatan Summer School on Speleology di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Selama dua minggu, 6-15 Agustus, para peserta akan mempelajari tentang pengetahuan dan pemahaman serta berbagi ide mengenai konsep pembangunan kota, desa dan wilayah pintar. Beberapa peserta berasal dari Perancis, Romania, India, Korea Selatan, Ugandam, Zimbabwe, Kamboja, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia.
Dr. Rini Rachmawati selaku koordinator kegiatan mengatakan penyelenggaraan kursus musim panas ini dalam rangka meningkatkan kualitas atmosfer pembelajaran yang bersifat internasional. “Jadi, pembahasan tidak hanya pada smart city saja tetapi juga menekankan juga pada pentingntya untuk mengembangkan smart village dan penguatan smart region,” kata Rini usai membuka Smart City, Village and Region Summer Course dan Summer School on Speleology di Fakultas Geografi, Senin (6/8).
Selain kegiatan dalam kelas, kata Rini, para peserta summer course ini berkesempatan melakukan kunjungan ke lapangan seperti ke smart green kampung di Kampung Flory, Sleman, Digital SMEs Kampung Borobudur, Smart Tourism Village in Disaster Area atau Lava Tour Merapi dan kunjungan ke Gamatechno untuk mendapatkan pengetahuan tentang application model.
Kepala Subdirektorat Kerja Sama Internasional UGM, I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D., mengatakan isu pembangunan smart city tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga menjadi pembahasan utama di banyak negara. Melalui kegiatan kursus singkat ini para mahasiswa dan profesor bisa saling bertukar ide dan pegalaman dari negaranya masing-masing. “Para peserta sama-sama bisa saling belajar dan bertukar ide,” katanya.
Menurut Andi, bisa jadi konsep smart city yang ada di Thailand, Kamboja dan Laos berbeda dengan yang ada di Indonesia. Andi berpendapat, konsep smart city tidak hanya berhubungan dengan teknologi informasi dan komunikasi, namun juga dari sisi masyarakat, perspektif budaya dan kearifan lokal. “Banyak kearifan lokal yang bisa dipelajari,” ungkapnya.
Ana Maria Talos dari University of Bucharest, Rumania, mengaku senang bisa mengikuti kegiatan summer course di UGM ini. Ia berharap nantinya bisa mempelajari banyak konsep smart city yang sudah ada di Indonesia dan dari negara lain. “Ini kesempatan saya untuk membangun hubungan dan relasi dengan mahasiwa luar, selain bisa mempelajari budaya yang tentu berbeda dengan apa yang saya dapatkan selama ini,” katanya.
Sementara Wasin Meesuay dari Chulalongkorn University, Thailand, menuturkan ketertarikannya mengikuti kegiatan ini dalam rangka mempelajari pengetahuan tentang gua yang umumnya banyak terdapat di pedesaan. Kejadian belum lama ini di Thailand ada remaja yang tergabung dalam tim sepakbola terperangkap dalam gua selama beberapa hari karena adanya banjir dalam gua. “Apa yang akan saya dapatkan di sini, saya akan bagikan ke orang Thailand, ” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)