Tim mahasiswa UGM temukan potensi daun kayu manis (Cinnamomum burmanni) sebagai feed additive alami pada ternak ayam layer dan dapat meminimalkan residu antibiotik pada telur. Penelitian yang merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa ini dilakukan oleh 5 mahasiswa, yaitu Nuril Qolbi Safitri, Farhan Dio Sahari, Syifa Aulia Pramudani, Dwi Ardyan Syah Mustofa dari Fakultas Kedokteran Hewan, dan Khalid Furqon Hanif dari Fakultas Peternakan, dengan dosen pendamping Dr. drh. Vista Budiariati, M.Si.
Farhan Dio Sahari mengatakan telur merupakan komoditas ternak yang menyumbang konsumsi terbesar di Indonesia. Selain harga yang murah, telur sangat digemari oleh masyarakat karena mudah didapatkan dan diolah.
“Relatif murah, mudah diperoleh dan diolah, serta memiki kandungan gizi yang baik menjadikan telur digemari masyarakat”, ujar Farhan di Kampus UGM, Kamis (15/9).
Menurut Farhan tingginya permintaan akan telur menuntut terpenuhinya kebutuhan telur dengan kualitas yang baik agar aman untuk dikonsumsi masyakarat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produktifitas ayam dan kualitas telur yaitu dengan pemberian feed addictive atau tambahan pakan pada ternaknya.
“Salah satunya dengan menggunakan antibiotik. Padahal, antibiotik ini seringkali digunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit pada ternak serta untuk memacu pertumbuhan dengan menekan bakteri patogen pada saluran cerna ternak”, terangnya.
Ketua Tim, Nuril Qolbi Safitri, menambahkan dengan penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dan berlebihan pada ternak dapat menyebabkan munculnya residu antibiotik pada produk ternak. Sebagai contoh telur maka bila dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya resistensi antibiotik.
“Beberapa riset menunjukkan bahwa telur yang ada di pasaran positif mengandung residu dari beberapa golongan antibiotik. Hal ini tentunya dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengonsumsinya,” jelasnya.
Nuril menyebut resistensi antibiotik sendiri merupakan kondisi dimana antibiotik sudah tidak mampu digunakan untuk membunuh bakteri atau bisa dikatakan bakteri dalam tubuh sudah kebal terhadap antibiotik. Hal ini menyebabkan penyakit menjadi tidak mudah untuk disembuhkan, pasien menderita gejala yang lebih buruk bahkan dapat memicu komplikasi yang menyebabkan kematian.
“Resistensi antibiotik sendiri kini dijuluki sebagai silent pandemic karena tingginya angka kejadiannya yaitu mencapai 2,1 juta jiwa setiap tahunnya serta banyak pasien yang tidak sadar bahwa mereka telah terjangkit,” ucap Nuril.
Syifa Aulia Pramudani menyatakan pemerintah secara resmi sebenarnya telah melarang penggunaan antibiotik dalam pakan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 14 tahun 2017.
“Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, kami mencari alternatif bahan lain yang dapat digunakan sebagai feed additive pada ternak layer yang lebih aman serta tidak menimbulkan risiko resistensi antibiotik salah satunya dengan menggunakan bahan herbal,”papar Syifa.
Penggunaan bahan herbal ini diantaranya adalah daun kayu manis. Daun Kayu Manis dipilih karena memiliki kandungan bioaktif seperti falvonoid, saponin dan alkaloid yang memiliki mekanisme antibakteri sehingga dapat menggantikan fungsi dari antibiotik.
Selain itu, daun kayu manis belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan hanya kayunya saja yang sering digunakan sebagai rempah atau penyedap makanan. Melalui proses Daun Kayu Manis ini dapat menjadi sediaan nanoemulsi sehingga dapat memaksimalkan penyerapan obat.
“Pembuatan daun kayu manis menjadi sediaan nanoemulsi dan dapat meningkatkan efisiensi absorbsi obat sehingga dapat mengoptimalkan efektivitas senyawa aktifnya,” katanya.
Secara lebih detail, Dwi Ardyan Syah Mustofa mengungkapkan tim mahasiswa UGM melakukan pengujian untuk mengevaluasi ukuran partikel dan kestabilan nanoemulsi yang telah dibuat. Hasil uji menunjukkan kestabilan nanoemulsi yang baik.
Sedangkan berdasarkan Particle Size Analyzer diperoleh hasil bahwa ukuran nanopartikel yang terbentuk sebesar 20,1 nm yang memenuhi syarat sediaan nanoemulsi dalam rentang 20-200 nm. Selain menguji ada tidaknya residu antibiotik, tim juga meneliti parameter kualitas telur seperti berat telur, tebal kerabang, indeks kuning telur, indeks putih telur dan Haugh Unit.
“Pemberian nanoemulsi memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai Haugh Unit dari telur yang dihasilkan oleh ayam terhadap kelompok kontrol,” ungkapnya.
Khalid Furqon Hanif menyimpulkan dari pengujian In Vivo, deteksi residu antibiotik, dan hematologi rutin darah diperoleh hasil kelompok pemberian nanoemulsi daun kayu manis dapat meminimalkan adanya residu antibiotik pada telur yang diproduksi serta meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan. Pembuatan sediaan nanoemulsi dari daun kayu manis dapat mengoptimalkan efektivitas senyawa aktif yang terkandung di dalamnya dan diharapkan menjadi solusi untuk mewujudkan konsumsi telur yang berkualitas dan bebas dari residu antibiotik.
“Penelitian ini tentunya turut mendukung terwujudnya Sustainable Development Goals (SDGs) ke-12 yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Target tersebut diraih melalui produksi pangan ramah lingkungan dan meminimalkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia,” tandasnya.
Penulis : Agung Nugroho