Universitas Gadjah Mada menggelar upacara detik detik-detik proklamasi kemerdekaan RI ke-72, Kamis (17/8) di Halaman Balirung UGM. Upacara yang dipimpin langsung oleh Rektor UGM Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Mengikuti para pimpinan universitas dan fakultas, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Dalam semangat kali ini, Rektor UGM membacakan kepala Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pentingnyamembangun semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan ini harus dibangun tidak hanya saat proklamasi saja, tapi harus terpatri dalam hati sanubari setiap warga negara indonesia. Generasi ini merasa lebih nyaman dengan negara Pancasila, negara pluralis yang menjamin hak hidup agama-agam bagi pilar-pilar kebangsaan.
“Para pendiri bangsa telah menyiapkan perangkat konstitusi yaitu UUD 1945 yang memuat Dasar Negara Panca Sila berlandaskan semangat kebhinekaan bangsa Indonesia,” jelasnya.
Sultan menyampaikan pada sidang kedua BPUPKI dalam rangka penyusunan UUD 1945, Piagam Djakarta disesuaikan istilahnya dengan Mukadimah yang akhirnya disahkan menjadi pembukaan UUD 1945 oleh PPK. Mereka sepakat meniadakan tujuh butir kata “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang diakui hingga saat ini.
“Menurut Bu Karno,Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan. Namun negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”, “ tutur Sultan.
Merujuk tema sentral peringatan tahun 2017 ini adalah “Indonesia Kerja Bersama”, Sultan menyampaikan bahwa filosofi dari kalimat tersebut gotong royong merupakan prinsip dasar masyarakat Indonesia yang seharusnya kembali dikuatkansebagai wahana menuju peradaban yang lebih baik. Sebagai satu bangsa, sakit yang diderita golongan dan kelompok lain adalah sakit seluruh warga masyarakat Indonesia. Semangat “guyub rukun” diperlukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa secara bersama-sama.
“Yang diperlukan saat ini menemukan kembali Indonesia yang hilang. Indonesia dengan sederet tokoh yang visioner dan tidak perlu didorong-dorong untuk “kerja bersama” karena telah paham Indonesia merupakan narasi bagi bangsa yang majemuk,” paparnya.
Menurut Sultan bukan suatu hal mudah untuk melakukan kerja bersama. Namun dengan bercermin pada sejarah masa lalu, masyarakat mutlak perlu untuk membangun kembali kepercayaan bahwa negeri ini masih menjanjikan harapan lebih baik bagi generasi mendatang.
“Kerja bersama merupakan jalan keluar untuk menuju Indonesia Baru yang makmur, sejahtera, dan mandiri yang tidak mungkin dibangun oleh amarah, tetapi harus dengan kerja keras dan cerdas. Oleh sebab itu marilah kita bangun persatuan dankesatuan bangsa dengan kerja bersama,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika; foto:Firsto)