Masyarakat Bontobahari, Bulukumba, Sulawesi Selatan dikenal piawai di bidang bahari. Termasyhur dengan keahliannya membuat perahu Pinisi bahkan menjadi sentra industri pembuatan perahu terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Bontobahari dijuluki sebagai “Butta Panarita Lopi” atau negeri para pembuat perahu.
Keahlian pembuatan perahu masyarakat Bontobahari dipercaya secara turun-temurun dengan mitologi saweregading. Hal ini menjadi ciri khas bagi masyarakat Bontobahari. Pembuatan perahu memiliki sejarah dan nilai tersendiri bagi komunitas pembuatnya di Bontobahari.
“Hal ini tidak terlepas dari kebudayaan dan spirit dari masyarakat pembuatnya. Perahu merupakan artefak sejarah dan representasi budaya maritim yang memberikan gambaran terhadap suatu masyarakat yang memiliki gagasan, motivasi, prinsip dan visi mengenai laut,” papar Fitria Nugrah Madani, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, Jumat (16/6).
Perahu Pinisi yang diproduksi msayarakat telah menjadi simbol lokal daerah Kabupaten Bulukumba maupun Indonesia. Pinisi merupakan kapal layar sekunar yang bentuknya memiliki nilai keindahan tersendiri dan telah melakukan perjalanan ke Vancover Kanada dan ke Madagaskar.
“Pinisi ini diyakini menjadi simbol terhadap nilai-nilai kebudayaan dan tradisi komunitas konjo pesisir pembuat perahu di Bonto Bahari,” jelasnya.
Fitria bersama dengan ketiga temannya, yaitu Reza Ayu Safitri, Nanda Amalia, Andrea Nurrosa Khalis berusaha untuk mengungkap lebih mendalam kearifan lokal komunitas konjo pesisir pembuat perahu di Bonto Bahari. Mereka tergabung dalam kelompok penelitian Program Kreativitas Mahaisswa bidang Penelitian Sosial Humaniora (PKM PSH) UGM.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat tradisi dan upacara tertentu yang menyimbolkan perahu sebagai “mikrokosmos”. Masyarakatnya saling bekerjasama antar desa dalam pembuatan perahu yang dibuat dengan teknologi yang cukup kompleks. Selain ini, terdapat sejumlah kepercayaan sebagai representasi pembuatan perahu di Bontobahari tidak terlepas dari keselarasan antara manusia dengan laut atau alam.
“Nilai-nilai dan budaya tradisi komunitas konjo Bontobahari membuat masyarakat setempat dikenal hingga tingkat dunia. Bahkan, tidak sedikit masyarakat dunia yang tertarik untuk membuat perahu seperti Pinisi ini,”terangnya. (Humas UGM/Ika)