Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) FH UGM mendesak DPR menghentikan usulan hak angket KPK. Usulan tersebut dianggap sebagai bentuk intervensi politik yang bisa menghambat kinerja KPK dalam mengungkap kasus E-KTP dan kasus lainnya. Oleh karena itu, Pukat UGM mendukung KPK untuk tidak tunduk terhadap intervensi politik yang dilakukan oleh DPR. Demikian pernyataan sikap yang disampaikan oleh Pukat UGM kepada wartawan, Jumat (28/4) menanggapi usulan hak angket KPK.
Peneliti Pukat, Hifdzil Alim, mengatakan usulan hak angket KPK sebagai bentuk upaya serangan balik yang dilakukan DPR pada KPK dikarenakan banyaknya politisi senayan yang sekarang ini terlibat kasus e-KTP. Bahkan lewat hak angket tersebut, Hifdzil mensinyalir ada upaya DPR untuk membuka rekaman BAP Miryam S Haryani sebagai saksi kunci dalam kasus tersebut.
“Lantaran Miryam disebutkan ditekan oleh anggota DPR untuk mencabut BAP,” katanya
Apabila rekaman BAP sampai dibuka di DPR maka sama saja DPR telah melanggar hukum yang bisa berakibat dipidanakan.
“Hak angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah bukan pada lembaga penegak hukum independen seperti KPK,” katanya.
Anggota Pukat lainnya, Fariz Fachryan, menambahkan rekaman BAP tidak boleh dibuka sembarangan kecuali di pengadilan.“Tidak boleh dibuka selain pada proses pengadilan,” paparnya.
Dokumen BAP, dikatakan Fariz, sebagai dokumen rahasia sehingga ada konsekuensi hukum apabila dibuka di tempat selain di proses pengadilan. “Apabila DPR mamaksa maka ada konsekuensi hukum yang akan diterima,” tegasnya.
Zaenur Rohman, peneliti Pukat, menegaskan penggunaan hak angket yang salah alamat ini menunjukkan bahwa tekanan politik makin menguat ketika KPK mengusut kasus e-KTP yang diduga melibatkan anggota dan pimpinan DPR. “Pengalaman membuktikan serangan balik semakin gencar setiap KPK mengungkap kasus besar,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)