YOGYAKARTA – Mahasiswa UGM mengenalkan budaya dari negara luar kepada anak-anak lewat program tur pendidikan. Tujuan pengenalan budaya asing ini untuk memotivasi anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar untuk tetap semangat bersekolah. Lewat kegiatan yang dinamakan Education Tour (E-Tour), mahasiswa Filsafat UGM, Muhammad Zaadul Haq, mengenalkan budaya asing kepada anak-anak yang tinggal di Desa Jetis, Saptosari, Gunung Kidul. “Sebagian besar anak-anak di sini hanya bersekolah sampai SD. Setelah itu, mereka lebih memilih bekerja membatu orangtua atau menikah,” tuturnya saat ditemui di Fakultas Filsafat UGM, Jumat (2/5).
Untuk menjalankan program ini, Zaad, demikian ia akrab disapa, dibantu keempat mahasiswa lainnya, Aan Fajar Lestari (Fakultas Ilmu Budaya), Ahmad Nadzir, Teguh Wijaya, dan Desy Susilawati (Fakultas Filsafat). Kelompok mahasiswa ini mengundang para turis diantaranya dari Amerika Serikat, Australia, dan Madagaskar untuk mengenalkan budaya mereka kepada anak-anak. Selain mengenalkan budaya asing, katanya, program E-Tour ini juga mengenalkan pariwisata yang ada di daerah Gunung Kidul pada turis asing. “Selama ini kan potensi wisatanya besar, tapi sedikit sekali turis asing yang berkunjung,” tambahnya.
Untuk mendatangkan turis, Zaad bekerjasama dengan Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS) UGM. Menurutnya, turis yang terlibat dalam program ini juga mendapatkan pengalaman bermain permainan tradisional yang ada di desa setempat. “Konsep program ini simbiosis mutualisme. Anak-anak mendapat wawasan budaya asing, turisnya mendapat pengalaman bermain permainan khas Indonesia,” tambah Zaad.
Dalam pelaksanaannya, program E-Tour berlangsung selama lima kali pertemuan. Jumlah anak yang terlibat dalam program ini berkisar 120 anak dengan 2-3 turis asing. “Angka partisipasinya cukup tinggi dari anak-anak. Mereka sangat antusias dalam mengikuti program ini,” ujarnya.
Konsep E-Tour yang digagas oleh Zaad dan kawan-kawannya mendapat sambutan positif dari pemerintah setempat. Sunarso, Kepala Desa Jetis mengungkapkan dukungannya. “Harapannya ini tidak hanya saat program, tapi juga bisa diteruskan, kalau perlu sampai menjadi lembaga resmi” ungkapnya saat dihubungi melalui telepon. Ia juga berharap, tim E-Tour juga bisa mendampingi warganya untuk belajar bahasa Inggris.
Zaad dan timnya berharap program ini dapat menjadi role model untuk program-program serupa di daerah lain. “Harapannya ini bisa ditiru di daerah lain, sehingga anak-anak di daerah terpencil dapat mengenal dunia luar,” pungkasnya. (Humas UGM/Faisol)