Pernah melihat atau mendengar cerita tentang Gundala Putera Petir, Godam Manusia Besi, Saras 008, dan Panji Manusia Millenium? Sederet nama tersebut merupakan tokoh superhero yang pernah popular di dunia perfiman anak Indonesia. Sayangnya kini hampir tidak ada lagi film anak-anak yang menghadirkan sosok kepahlawanan dan superhero Indonesia.
Layar kaca Indonesia justru banyak dihiasi dengan film-film yang mengangkat superhero dari luar negeri. Sebut saja Batman, Superman, Spiderman, Hulk, Ultraman, dan Power Rangers yang sangat disuakai anaka-anak di berbagai belahan dunia tak terkecuali Indonesia.
Prihatin terhadap kondisi tersebut, Nidia Noviana, mahasiswi program studi Elektronika dan Instrumentasi (ELINS) FMIPA UGM tergerak menampilkan kembali sosok-sosok superhero Indonesia. Bersama dengan komunitas produksi kreatif Jogja Tokusatsu Indonesia (JTOKU), Nidia memunculkan lagi karakter superhero Indonesia lewat film, kostum, dan desain grafis.
“Sangat prihatin selama ini anak-anak Indonesia justru banyak melihat film dengan karakter superhero dari luar negeri seperti Spiderman dan Batman. Padahal Indonesia memiliki banyak figure superhero misalnya tokoh-tokoh wayang seperti Gatotkaca, tetapi tidak banyak yang menggarap secara serius untuk dimunculkan kembali dalam bentuk film yang bersifat edukatif. Untuk itu kami berusaha membangkitkan lagi dunia superhero dengan kearifan lokal Indonesia,†urai mahasiswi angkatan 2008 ini kepada wartawan, Jum’at (1/2) di Ruang Fortakgma UGM.
Tahun 2007 Nidia mulai merealisasikan mimpinya dengan membuat sejumlah film pendek yang rata-rata berdurasi kurang dari 10 menit. Film pertama mengangkat tokoh bernama Satria Baja Amar (ayam bakar). Film ini bercerita tentang sang ksatria yang mencoba untuk mengembalikan kembali kepercayaan dan gairah masyarakat untuk beternak dan mengkonsumsi ayam usai mewabahnya virus flu burung di hampir seluruh wilayah Indonesia. “ Film berdurasi diproduksi bekerjasama dengan Dinas Peternakan Yogyakarta untuk mengembalikan gairah makan ayam masyarakat Jogja setelah merebaknya virus flu burung,†ujarnya.
Berikutnya film menampilkan sosok bernama Lightening Electrical Cybox yang mengadopsi salah satu cerita rakyat dari Sumatera Barat yakni Malin Kundang. Hanya saja jika Malin Kundang dikutuk menjadi baru, dalam film ini tokoh utama dikutuk menjadi robot. Pesan moral yang disematkan dalam film ini adalah untuk menjaga kebersihan dan berbakti kepada orang tua.
Sosok hantu pocong yang menakutkan juga diangkat Nidia dalam sebuah film berjudul Pocongman. Adapula Borneomen yang berupaya melawan ilegal logging , Satria Arahat yang bercerita tentang masyarakat Jawa, Panglima Petir yang dibuat sebagai lanjutan dari film Gundala Putera Petir, Garudaman yang berusaha memberantas tindak korupsi, serta Cempaka si gadis yang bisa berubah menjadi robot. “Kita juga buat film tentang Gatotkaca yang sudah dikontrak oleh B-Channel. Saat ini sudah diproduksi sampai 13 episode,†ungkapnya.
Tak lama lagi juga akan segera dirilis film baru berjudul Komodo Dragon yang mengisahkan tentang keprihatinan lepasnya Pulau Komodo sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. “Film akan dirilis beserta dengan komiknya juga,†imbuh Nidia.
Disebutkan Nidia seluruh film yang diproduksi diunggah melalui internet di situs youtube sehingga seluruh masyarkat bisa dengan mudah mengakses film-film mereka. “ Respon masyarakat bagus, film kami dilihat 1.000-2.000 viewer dari berbagai negara setiap harinya. Masyarakat luar negeri ternyata sangat mengapresiasi hasil karya kami,†tuturnya.
Film yang diproduksi Nidia tidak hanya bisa mengembalikan tokoh superhero Indonesia. Karya-karyanya juga mampu menghantarkan dirinya meraih penghargaan sebagai usaha terinovatif kategori kreatif ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2012. Penghargaan diberikan pada 17 Januari 2013 Silam di Jakarta.
Business Owner JTOKU ini mengatakan selain menggarap film, ia juga bergerak mengerjakan kostum dan desain grafis superhero. Kostum-kostum yang dihasilkan ternyata tidak hanya diminati masyarakat Indonesia, tidak sedikit pesanan yang berdatangan dari luar negeri. “Selama dua tahun terakhir kami sudah ekspor ke sejumlah negara di kawasan Amerika, Asia, Australia, dan Eropa,†jelasnya.
Bisnis usaha yang didirikan Nidia bersama dengan 3 rekannya sejak tahun 2005 silam ini kini berkembang pesat. Dahulu, saat awal berdiri hanya bermodalkan Rp.200 ribu untuk membuat kostum karakter Naruto. Namun usahanya kini telah mendatangkan omset dengan angka yang cukup fantastis yaitu 1 Miliar per tahunnya. Dalam menjalankan usahanya, Nadi mempekerjakan 20 karyawan tetap dan lebih dari 100 orang freelancer. “Melalui usaha ini kami ingin melestarikan sosok-sosok dan karakter superhero yang memiliki corak khas budaya Indonesia dengan mengemasnya dalam tontonan yang ringan tetapi bersifat mendidik,†pungkasnya. (Humas UGM/Ika)