Jauh hari sebelum marak penekanan pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah, bangsa Indonesia sebenarnya telah mengenal penanaman budi pekerti di jaman Orde Baru, yaitu melalui penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Namun, seiring masuknya pelajaran yang lain seperti pendidikan agama mengakibatkan pendidikan Pancasila kian terpinggirkan.
Hal ini dikemukakan oleh staf pengajar Fakultas Filsafat UGM, Drs. Slamet Sutrisno, M.Si pada acara Kursus Pancasila dengan tema Pancasila Dasar Negara yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM di SMA Sang Timur Yogyakarta, Selasa (15/1).
“Dulu ketika ada penataran P4 jaman orde baru, itu juga sebagai upaya untuk menanamkan budi pekerti,â€tegas Slamet.
Dalam pandangan Slamet Sutrisno, Pancasila baik secara ideologi, ilmu hingga filsafat tetap mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia. Hanya saja dalam perjalanannya banyak menghadapi kendala seperti globalisasi dan fanatisme keberagamaan.
Ia juga sempat menyayangkan lunturnya nilai-nilai Pancasila bangsa Indonesia sekarang ini jika dibandingkan bangsa lain. Tanpa atribut Pancasila bangsa lain juga telah menerapkan nilai-nilai Pancasila.
“Bisa dikatakan dalam kondisi kritis. Kita saja sulit membedakan antara mana yang baik dengan yang buruk. Antara nilai dengan anti nilai saja tidak jelas,â€paparnya.
Kondisi ini menurut Slamet menjadi salah satu tugas berat yang harus diselesaikan oleh para pendidik, guru maupun pengajar Pancasila. Tugas guru bukan saja mengembangkan nilai-nilai Pancasila tetapi bagaimana mengemas pembelajaran secara lebih edukatif serta bisa menjadi teladan hidup bagi murid-muridnya.
Kursus Pancasila yang diikuti sekitar 30 guru PKn dari SD-SMA di Yogyakarta ini diharapkan bisa menjadi salah satu solusi untuk menjawab kegelisahan para guru dengan semakin terpinggirkannya pelajaran Pancasila. Hendro Muhaimin dari Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM mengatakan kursus Pancasila ini juga didesain untuk memberi masukan di dalam pengembangan kurikulum serta pendidikan karakter.
“Selama ini para guru ini yang disalahkan jika misalnya ada tawuran pelajaran dll. Kursus ini diharapkan bisa menghilangkan trauma semakin terpinggirkannya pelajaran Pancasila sekaligus mendesain kurikulum bagi pengembangan pendidikan karakter,â€tutur Hendro (Humas UGM/Satria AN)