Interaksi seorang pustakawan kepada pemakainya merupakan pelayanan personal yang berarti cara dimana pelayanan buku diberikan. Hal ini merupakan bagian yang paling terlihat dari operasional perpustakaan dan seringkali menjadi bagian dimana perpustkaan dinilai sebagai perpustkaan yang baik atau buruk. Apabila pelayanan personal ini salah maka perpustakaan akan menghabiskan waktu dan uang yang dihabiskan untuk penyediaan buku atau fasilitas lain perpustakaan. Hal tersebut disampaikan Dr. Ida Rochani Adi, SU saat Seminar Nasional Smiling Librarians: Membangun Image Pustakawan di UC-UGM (Kamis, 3 Maret 2005)
Dalam makalah berjudul “Interaksi Pustakawan Dan Pemakai”, Dr. Ida memaparkan, dengan demikian tugas seorang pustakawan merupakan tugas yang sangat sulit dan penuh dengan tantangan. Kesulitannya ini terletak pada faktor kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan oleh pemakai dan pelayanan yang diberikan oleh pustakawan. “Di satu pihak pemakai mengharapkan pelayanan yang ramah, cepat, tepat serta ketersediaan buku atau materi yang dibutuhkan. Di lain pihak, pustakawan sering berkutat tidak hanya pada keterbatasan buku atau fasilitas lain yang sangat luas, seluas ilmu yang tidak ada batasnya, tetapi juga pada perilaku pemakai yang sering tidak sesuai dengan keinginan pustakawan,” tutur Dr. Ida Rochani.
Sementara itu, Tamara Bleszinsky yang berbicara mengenai image perpustakaan menuturkan, masih banyak orang yang berpikir bahwa buku-buku di perpustakaan hanya untuk menyusun skripsi, melakukan penelitian, atau tugas-tugas sekolah sehingga orang-orang yang mempunyai kepentingan diluar itu menjadi segan untuk datang ke perpustakaan. Jadi orang lebih cenderung untuk datang ke toko buku. “Karena fasilitasnya sangat mudah, tidak perlu mendaftar, dan banyak pilihannya didukung dengan suasana yang nyaman dan lokasi yang strategis. Mereka bisa membeli buku (mulai dari fiksi sampai buku ilmiah dan buku-buku lainnya). Padahal buku-buku perpustakaan lebih lengkap daripada di toko buku,” ujar Tamara.
Dengan tema “Service Staff Appearance: Membangun Image Pustakawan Dan Minat Baca Masyarakat” Tamara memberikan tips supaya perpustakaan ramai dikunjungi diantaranya: (i) Dengan menambah koleksi buku terbaru dan ditambah buku-buku fiksi. Biasanya orang malas ke perpustkaan karena menurut mereka buku-buku di perpustkaan hanya buku-buku pendidikan atau buku-buku ilmiah saja. (ii) Pemerintah juga harus berani mempunyai anggaran untuk mensosialisasikan baik dalam bentuk promosi media cetak/ elektronik maupun kegiatan-kegiatan off-air yang merupakan kegiatan rutin (baik per 2 bulan, per 3 bulan, atau per tahun). (iii) Kita harus terus memikirkan, meriset, menciptakan dan menyesuaikan konsep pembelajaran diseluruh tingkat pendidikan yang terbaik di Indonesia dan perlunya ada kurikulum khusus yang dapat meningkatkan minat baca serta kegiatan-kegiatan yang dapat menciptakan anak-anak sejak dini untuk dapat mencintai baca. (iv) Lokasi perpustakaan diperbanyak, jangan hanya ada di dalam instansi-instansi saja, misalnya perpustakaan yang berdiri sendiri seperti perpustakaan nasional. Bila perlu perpustkaan didirikan di tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang seperti di gedung perkantoran dan dibangun senyaman dan selengkap mungkin misalnya ada coffee shop-nya, ada internetnya, atau bahkan ada wartelnya. Jadi banyak alternatif lan yang bisa dikunjungi di perpustkaan. (v) Kenyamanan perlu ditingkatkan lagi. “Untuk membangun image perpustakaan yaitu dengan meningkatkan minat baca masyarakat yang otomatis akan merubah image perpustakaan itu sendiri,” kata Tamara. (Humas UGM)