Universitas Gadjah Mada mengukuhkan Prof. Dr. Suwarno Hadisusanto, S.U., sebagai Guru Besar. Dekan Fakultas Biologi UGM ini secara resmi dikukuhkan menjadi Guru Besar, Selasa (26/5), di hadapan Rapat Terbuka majelis Guru Besar di Balai Senat Kantor Pusat UGM.
Saat menyampaikan pidato berjudul “Kontribusi Biologi dalam Pengelolaan dan Pengembangan Danau di Indonesia”, Suwarno mengatakan pentingnya pengelolaan perairan tergenang secara komperehensif. Dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pihak dan kerjasama antar sektor sehingga program pelestarian dana dapat berjalan dengan optimal. “Pengelolaan hendaknya tidak hanya memikirkan aspek ekonomi semata, tetapi juga peduli pada aspek ekologi,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, dalam dalam pelestarian dan pemanfaatan danau harus dilakukan secara berimbang. Pemanfaatan dalam berbagai bentuk seperti penangkapan ikan harus dipantau untuk dapat menjalankan kuota yang berimbang. “Krisis moneter tahun 1997-1998 silam menyebabkan banyak danau menjadi korban karena pengolahan sabuk hijau menjadi lahan tanaman semusim sehingga terjadi percepatan erosi serta berisiko memepercepat pendangkalan danau,” urainya.
Salah satunya seperti yang terjadi di Danau Merdada di Dataran Tinggi Dieng. Meskipun krisis moneter telah berlalu penanaman kentang tetap berlangsung dan tidak dikembalikan pada fungsi semula. “Hal ini seharusnya dievaluasi oleh pemerintah lokal demi keberlanjutan eksosistem perairan,” tegasnya.
Terkait dengan upaya pelestarian danau ini, Suwarno menyebutkan perlunya keterlibatan pakar biologi untuk mempertahankan kestabilan perairan secara ekologis. Dengan agen hayati yang berada di perairan danau dapat memperlambat proses pendangkalan. Pasalnya proses pendangkalan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan danau, disamping eutrofikasi, pencemaran, penurunan kualitas dan kuantitas air yang tinggi serta pemanfaatan danau yang beragam. “Seperti di Dieng, dalam sembilan dekade telah kehilangan 21 telaga dan kini tinggal tujuh telaga saja karena sedimentasi. Sebelumnya di tahun 1987 diameter telaga bisa lebih dari 50 meter, namun di tahun 2010 tinggal 4 meter,” paparnya. (Humas UGM/Ika)