Pertumbuhan jumlah bangunan di Yogyakarta terus meningkat setiap tahunnya. Kehadiran hotel dan mall semakin menjamur di kota pelajar ini. Hal ini berdampak pada peningkatan konsumsi energi. Salah satu energi terbesar adalah penggunaan AC (Air Conditioner) yang menyerap setidaknya hingga 50 persen dari konsumsi energi total.
Selain konsumsi daya yang cukup besar, penggunaan AC pun relatif banyak dalam suatu bangunan metropolitan seperti di pusat perbelanjaan. Penggunaan AC dalam jumlah besar tersebut akan meningkatkan jumlah biaya penggunaan energi.
Bermula dari kenyataan tersebut, lima mahasiswa Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM terdorong melakukan inovasi AC yang diberi nama nama TC-BASS (Thermal Controller Based on Acoustic Sensor). Adalah Kristina Widowati,Naim Aryudya, Herdian, Nur Cholida, dan Wayan Eka yang mengembangkan prototipe yang merepresentasikan sistem kerja AC berbasis intensitas bunyi. Melalui peralatan tersebut suhu di dalam ruangan dikontrol berdasarkan tingkat tekanan bunyi dalam sebuah ruangan.
TC-BASS dilengkapi dengan sensor berupa microphone omnidirectional yang berfungsi menangkap suara keramaian dalam bangunan. Selain itu juga menggunakan arduino mega sebagai mikro prosesor untuk mengolah data dan LCD untuk menampilkan hasil olahan data.
Kristina selaku ketua tim menjelaskan TC-BASS bekerja dengan menangkap suara yang berada di ruangan. Selanjutnya suara yang ditangkap oleh michrophone omnidirectional berupa sinyal dikirim ke mikro prosesor untuk diolah sehingga diperoleh nilai tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level). “Data besaran intensitas kebisingan ditampilkan di LCD dalam satuan desibel. Selain itu pada LCD dapat dilihat data kecepatan dari kipas atau blower dalam persen,”jelasnya, Jumat (29/5) di Kampus UGM.
Lebih lanjut disampaikan Kristina, nilai dari SPL ini yang kemudian digunakan untuk mengkompensasi nilai tegangan yang akhirnya mempengaruhi kinerja putar kipas. Apabila tingkat kebisingan tinggi, maka kecepatan blower secara otomatis akan meningkat sesuai dengan tingkat kebisingan yang ditangkap dalam ruangan. Demikian pula dalam kondisi sebaliknya, kecepatan blower akan menurun sejalan dengan penurunan kebisingan. “Misal tingkat kebisingan ruangan mencapai 80 desibel maka blower akan meningkat kecepatannya menjadi 80 persen. Jika tidak ada kebisingan sama sekali (nol) maka blower juga tidak akan bergerak,”urainya.
Ide pengembangan TC-BASS tercetus saat kelimanya aktif bergabung di Acoustics Research Center Jurusan Teknik Fisika UGM dan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karya Cipta tahun 2015 yang digelar DIKTI. Saat ini alat tersebut telah masuk pada tahap pengujian laboratorium dan telah dalam proses kerja sama dengan salah satu pusat perbelanjaan di kota Yogyakarta untuk pengujian lapangan. “Kedepan kami berencana untuk melakukan pengembangan ke tahap lebih lanjut hingga bisa mengubah suhu ruangan,” kata Naim menambahkan.
Tidak hanya itu, mereka juga berharap produk yang dikembangkan dapat diproduksi secara massal dan dipasarkan. Dengan begitu dapat mendukung kenyamanan beraktivitas dalam ruangan, namun tidak menyerap konsumsi energi yang tinggi. “Saat ini TC-BASS memang masih pada tahap prototyping. Namun penelitian akan terus kami kembangkan sehingga dapat menjadi produk komersil yang memiliki performansi tinggi, rendah konsumsi energi, namun juga terjangkau harganya”, harapnya. (Humas UGM/Ika)