YOGYAKARTA – Subsidi pupuk dan benih dari tahun ke tahun yang terus meningkat ternyata belum dapat menaikkan produktivitas gabah secara sinifikan. Rata-rata kenaikan selama lima tahun terakhir hanya 2,6 persen. Kenaiklan tersebut belum dapat meningkatkan NTP (nilai tukar petani), bahkan petani masih mengalami defisit. Untuk meningkatkan produktivitas, pemerintah perlu mengarahkan petani untuk menerapkan budi daya padi sawah dengan sistem irigasi hemat air dan penggunaan pupuk dam pestisida organik. Demikian disampaikan oleh Dosen Fakultas Teknik Prof. Ir. Joko Sujono, M.Eng., Ph.D., dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada fakultas Teknik UGM yang berlangsung di ruang balai senat, Selasa (16/6).
Dalam pidato pengukuhan yang berjudul peningkatan pendapatan petani melalui budi daya padi sawah hemat air dan biaya, Sujono mengatakan kenaikan produksi sebesar 2,6 persen tidak sebanding dengan pengeluaran petani baik untuk sarana produksi pertanian maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup petani meskipun pupuk dan nenih sudah disubsidi oleh pemerintah. “Ketergantungan akan pupuk kimia menjadi tambahan beban bagi petani sehingga menambah biaya produksi dan mengakibatkan degradasi kesuburan tanah akibat pemakaian pupuk kimia yang berkepenjangan,” kata dosen teknik sipil dan lingkungan fakultas teknik UGM ini.
Untuk meningkatykan NTP, kata Sujono, inovasi budi daya tanam padi ramah lingkungan berkelanjutan dan produktivitas tiggi harus segera diterapkan kepada masyarakat petani. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengajak petani mengubah pola budi daya padi sawah yang sangat boros air dengan budi daya pada sawah yang hemat air. Sementaraa ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida kimia sedapat mungkin diganti dengan pupuk dan pestisida organik yang lebih ranmah lingkungan dan dapat dibuat sendiri oleh petani.
Sujono mengatakan penerapan budi daya padi sawah dengan metode System of Rice Intensification (SRI) cukup efektif meningkatkan produktivitas gabah di Indonesia. Metode ini dapat menghasilkan 7,25 ton/ha dengan penghematan aior sebesar 40 persen dibandingkan sistem konvensional yang mampu menghasilkan hanya 3,92 ton/ha. Keuntungan penerapan metode SRI dalam budi daya padi sawah dibandingkan dengan sistem konvensional di lebih dari 50 negara ternyata mampu meningkatkan produksi hingga 20-100%, “Bisa mengurangi pemakaian benih hinggi 90% dan menghemat air hingga 50%,” katanya.
Metode SRI organik bahkan memberikan hasil lebih baik, kareba jumlah anakan yang kebih banyak, malai lebih panjang sehingga bulir lebih banyak, lebih kuat dan lebih sehat. Bahkan biaya produksi lebih rendah dari penghematan benih hingga 90% dibanding cara konvensional. “Biaya pupuk jauh kebih murah karena dibuat sendiri,” tuturnya.
Menurut Sujono, pemberian subsidi oleh pemerintah sebaiknya tidak untuk sarana produksi tetapi diberikan kepada petani berdasarkan hasil produksi. “Dengan cara seperti ini, petani akan selalu berusaha untuk lebih kreatif dan berinovasi meningkatkan produksinya,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)