Lima mahasiswa UGM berhasil membuat inovasi teknologi pengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat portabel. Mereka adalah Vania Erizza (FKG), Gita Prasulistiyono Putra (FEB), M. Bisyri Lathif (FEB), Ahmad Widardi (FMIPA), dan Pandu Dwijayanto (FT).
Gita menyampaikan pengembangan Medigold berawal dari banyaknya keluhan pengelola klinik kesehatan kecil dan menengah yang mengaku kesulitan dalam mengolah limbah medis. Meskipun telah banyak dipasarkan alat pengolah limbah mandiri yang dapat membantu mengatasi persoalan tersebut, namun harganya relatif mahal sehingga kurang bisa dijangkau untuk klinik kecil.
“Alat yang ada dipasaran cukup mahal sekitar Rp.5-10 juta. Selain itu dimensinya juga besar sehingga memakan tempat,” jelasnya Selasa (16/6) saat berbincang dengan wartawan di Ruang Fortakgama UGM.
Melihat kenyataan itu, Gitta bersama bersama keempat rekannya berusaha untuk mengembangkan sebuah alat pengolah limbah yang memungkinkan untuk digunakan bagi klinik skala kecil. Alat pengolah limbah yang mereka kembangkan berukuran kecil dengan dimensi 50x40x50 cm sehingga tidak memakan ruang dan mudah dipindah tempatkan. Selain itu alat ini mereka kemas dalam bentuk yang menarik yakni layaknya sofa. “ Kami kemas seperti sofa sehingga dapat dipakai untuk duduk saat tidak beroperasi,”terangnya.
Medigold terdiri dari dua komponen utama yakni alat sterilisasi dan penghancur jarum suntik. Untuk mesin sterilisasi memanfaatkan panci presto yang dapat digunakan untuk mensterilkan berbagai jenis peralatan medis sperti kassa, kapas, maupun perban. Mesin sterilisasi ini memiliki kapasitas sebesar 6 liter serta mampu menghasilkan suhu hingga 300° Celcius dan menghasilkan tekanan sebesar 1,5 atm. Sementara mesin penghancur jarum suntik bekerja dengan dialiri arus listrik bertegangan 50 volt dan berarus tinggi yaitu 22 amper. “Untuk sterilisasi butuh waktu sekitar 1 jam, tetapi untuk menghancurkan jarum suntik hanya butuh waktu 1-2 detik saja,” ungkapnya.
Medigold dilengkapi dengan dua mode waktu operasi yakni manual dan otomatis. Untuk cara pengoperasian dengan mode otomatis yaitu dengan menngunakan timer, pengguna hanya perlu memasukkan limbah setelah klinik tutup di malam hari. Selanjutnya pada kesesokan harinya limbah sudah selesasi diolah tanpa perlu adanya penjagan seperti pada mode manual. “Karena bisa dijalankan dengan mode otomatis sehingga tidak memerlukan tenaga kerja tambahan untuk pengoperasiannya,”ujarnya.
Hadirnya Medigold ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi bagi klinik kesehatan kecil dalam pengolahan limbah medisnya. Kendati begitu, alat ini juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap alat pengolah limbah B3 yang sebagian besar dipenuhi dari luar negeri dan diproduksi dengan harga terjangkau. “Untuk pembuatan alat ini seluruhnya memakai bahan lokal sehingga biaya produksinya jauh lebih murah daripada produk lain yang sudah ada dipasaran. Rencananya akan kami pasarkan per unitnya Rp. 2,5 juta,” kata Ahmad Widardi menambahkan.
Selain memiliki dimensi yang kecil, portabel, dan dapat dijalankan secara otomatis, alat ini juga bersifat ramah lingkungan. Pasalnya pengoperasian Medigold tidak menimbulkan polusi asap seperti pada kebanyakan instalasi pengolahan limbah medis. “Keunggulannya juga tidak mengeluarkan asap sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar,”tuturnya. (Humas UGM/Ika)