Pengaturan kewenangan mengadili peradilan militer terhadap tindak pidana umum yang dilakukan oleh militer di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari politik hukum yang menghendaki dibentuknya peradilan khusus bagi militer. Hal tersebut menjadikan penentuan kewenangan mengadili peradilan militer hanya berdasarkan pada status pelakunya dan berbasis kepangkatan.
Demikian disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum (FH) UGM, Supriyadi, S.H.,M.Hum., saat menjalankan ujian terbuka program doktor di FH UGM, Rabu (17/6). Dalam kesempatan itu, pria kelahiran Klaten 44 tahun silam ini mempertahankan disertasi berjudul “Reformulasi Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Umum oleh Militer di Indonesia”.
Supriyadi menyebutkan bahwa pengaturan kewenangan mengadili peradilan umum terhadap tindak pidana umum yang dilakukan oleh militer tidak hanya termaktub dalam Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 dan UU No.34 Tahun 2004 saja. Namun ditemukan pula dalam UU No. 21 Tahun 1964 dan UU No.26 Tahun 2000. Pengalihan kewenangan mengadili tindak pidana umum yang dilakukan militer kepada peradilan umum merupakan tuntutan reformasi untuk menjunjung tinggi prinsip persamaan di dalam hukum (equality before law).
“Kewenangan peradilan umum untuk mengadili tindak pidana umum yang dilakukan oleh militer tidak bisa dilakukan dalam praktik peradilan karena terkendala berfungsinya kekuasaan peradilan umum dan revisi UU No.31 Tahun 1997,”urainya.
Menurutnya reformulasi kewenangan mengadili tindak pidana umum yang dilakukan oleh militer merupakan sebuah keharusan. Tindakan tersebut perlu segera dilaksanakan agar kewenanga peradilan umum untuk mengadili tindakpidana umum yang dilakukan militer bisa dilaksanakan dalampraktik peradilan.
Sementara terkait dengan berfungsinya kekuasaan peradilan umum, Supriyadi mengatakan bahwa reformulasi dapat ditempuh dengan mempersiapkn penyidik, penuntut umum, dan hakim khusus tindak pidana militer. Sedangkan untuk persoalan revisi UU No.31 Tahun 1997, kedepan perlu dilakukan pendefinisian kembali tindak pidana militer dan tindak pidana umum yang disertai dengan restrukturisasi peradilan militer. Hal ini dapat dilakukan melalui penyederhanaan struktur peradilan militer dan penataan kembali perangkat peradilan militer. “DPR dan Pemerintah hendaknya segera melanjutkan kembali revisi UU No.31 Tahun 1997 ini untuk menyamakan persepsi lingkup tindak pidana militer dan tindak pidana umum,” tandas Supriyadi. (Humas UGM/Ika)