YOGYAKARTA – Tim Mahasiswa UGM yang tergabung dalam UKM English Debating Society Universitas Gadjah Mada (EDS UGM), berhasil menjadi juara pertama dalam lomba kompetisi debat kompetitif bahasa inggris tingkat perguruan tinggi se-Asia United Asian Debating Championship (UADC) di Bali pada 4 – 12 Juni lalu. Kompetisi diikuti 90 perguruan tinggi ternama di Asia ini, selain UGM ada Tokyo University dan Keio University, Jepang; Universitas Teknologi Mara (Malaysia); University of Macau (RRC), Indian Institute of Technology Bombay (India), Northeastern University at Qinhuangdao (RRC), Mahidol University International College (Thailand), Springboard Debating Community (Kamboja), Sun Yat Sen University (RRC), ITB, dan IPB. “Ada 90 peserta yang mengikuti kompetisi ini, ada dari Jepang, Cina, India, Malaysia hingga Afghanistan,” kata Aldila Irysad salah satu anggota tim EDS saat ditemui di kampus UGM, Senin (29/6).
Aldila mengatakan dalam kompetisi ini UGM sebenarnya mengirimkan 2 tim yakni tim EDS UGM 1 yang beranggotakan Noel Hasintongan (Hubungan Internasional ’14), Aryanda Putra tony (Hukum ’13), dan Aldila Irysad (Hukum ’13) dan tim EDS UGM 2 yang beranggotakan Syadza Annisa Salsabil (Hubungan Internasional ’13), Ganjar Prajasa (Ilmu Ekonomi ’12), Sufi Adenda (Sastra Inggris ’12) disertai 2 orang N-adjudicator yaitu Arinta Pratiwi (Hukum ’14) dan Sry Handini Puteri (Geografi ’13). Namun begitu, hanya tim UGM 1 yang berhasil mencapai final dalam debat recognise religious indoctrination as a mitigating factor in criminal sentencing. “Pada babak final, 6 dari 9 juri memberikan suaranya kepada UGM,” kata mahasiswa Fakultas Hukum ini.
Sebelumnya pada babak penyisihan, kata Aldila, tim EDS UGM berhasil mengalahkan tim dari Universitas Teknologi Mara (Malaysia), National Institute of Business Management (Sri Lanka), University of the Philippines Diliman (Filipina), dan Centre of Foundation Studies International Islamic University Malaysia (Malaysia). Selain itu, tim UGM berhasil mengalahkan peserta dari berbagai universitas seperti University of Macau (RRC), Indian Institute of Technology Bombay (India), Northeastern University at Qinhuangdao (RRC), Mahidol University International College (Thailand), Springboard Debating Community (Kamboja), Sun Yat Sen University (RRC), dan juga universitas dari Indonesia seperti Universitas Diponegoro.
Di kompetisi debat ini, katanya, berbagai tema harus dikuasai oleh seluruh peserta seperti bidang hukum, ekonomi, filosofi, hubungan internasional, dan sosial budaya. Pemilihan tema sendiri menuntut para peserta bisa menguasai berbagai macam disiplin ilmu serta mengetahui isu-isu terkini. “Kompetisi memilih mahasiwa dengan kemampuan debat terbaik,” katanya.
Selain mendapat juara pertama, anggota tim EDS UGM Aldila Irsyad meraih penghargaan pembicara terbaik pada babak final. Sementara Noel Hasintongan mendapat penghargaan pembicara terbaik sepanjang kompetisi digelar.
Seleksi Ketat
Salah satu pengurus EDS UGM, Romario Tambunan mengatakan untuk bisa mewakili tim EDS UGM dalam kompetisi ini, pihaknya melakukan proses seleksi ketat selama 3 bulan kepada seluruh anggota. “Kami mengadakan 3 ronde debat dan 6 orang dengan skor tertinggi terpilih menjadi perwakilan EDS UGM untuk lomba ini,” tuturnya.
Proses latihan pun dilakukan persis sebelum 3 bulan sebelum kompetisi dimulai dengan dilatih oleh sesama anggota EDS an alumni EDS UGM. Latihan dilakukan pada sore hari setelah kegiatan perkuliahan selesai. “Mereka latihan dari jam 5 sore hingga 10 malam. Mereka mendebatkan berbagai macam mosi, dan membaca berbagai berita. Kami mendapatkan informasi dari membaca majalah seperti The Economist, Foreign Affairs, dan jurnal jurnal ilmu pengetahuan,” paparnya.
Untuk melatih kemampuan berbahas Inggris, kata Romario, para anggota EDS berlatih berdebat dengan menonton video debat bahasa Inggris kemudian mencatat isi percakapan dari video tersebut. Kemudian membawakan materi debat dengan rapih dan terstruktur. Tidak hanya sampai di situ, imbuhnya, enam orang ini diberi tugas untuk membuat esai berbahasa Inggris. “Seluruh proses ini dilakukan untuk membuat peserta terbiasa menggunakan bahasa inggris dan dapat menggunakan terminologi yang tepat dalam debat,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)