Ditengah sulitnya mendapat gas melon dan harga yang terus merangkak naik, lima mahasiswa Program Studi Teknologi Jaringan, Sekolah Vokasi UGM membuat alat bernama I-CLOUDER atau Integrated Carts Local Food and Microcontroller. Alat yang diperuntukkan bagi pelaku UKM penjual makanan lokal tradisional, ini sebagai pengganti sumber energi Gas LPG atau arang dengan memanfaatkan tenaga surya.
“Alat ini memanfaatkan penggunaan panas matahari sebagai sumber daya utama dan dikontrol dengan menggunakan mikrokontroller berbasis Arduino. Melalui solar cell, I-CLOUDER menggunakan Turbular Heater pada sisi pemanas sebagai pengganti kompor,” ujar Bagas Prakasa, Ketua Tim, di UGM, Jumat (3/7) menjelaskan.
Didampingi Arief Noor R, Indri Damayanti, Adiesta Ega, dan Khoerul Anam, Bagas menerangkan kondisi kelangkaan dan kenaikan harga gas melon dipastikan berdampak langsung pada pelaku UKM makanan lokal tradisional. Beban operasional di sektor energi semakin tinggi dan berakibat pada resiko kerugian.
“Untuk itu kita buat I-CLOUDER, karena alat ini dapat pula mengatur suhu pada panci secara otomatis berdasar kebutuhan penjual,” ujar Bagas.
Secara lebih detail, Arief Noor Rahman menjelaskan sistem kerja I-CLOUDER, dimulai dari perangkat solar cell sebagai penangkap panas matahari yang selanjutnya diteruskan ke akumulator untuk disimpan dan akan dikontrol oleh perangkat bernama Charging Controller. Daya yang telah disimpan pada akumulator ini nantinya akan dipergunakan untuk menghidupkan Box Controller.
Dijelaskan bila bagian box controller didalamnya berisi komponen elektronis dan Arduino. Sementara untuk menghidupkan Turbular Heater menggunakan Inverter guna mengubah arus DC menjadi AC.
“Sensor LM35 akan mendeteksi suhu yang ada di sekitar panci dan akan ditampilkan pada LCD, selanjutnya akan memberikan informasi ke relay untuk memutus arus jika suhu yang dikehendaki sudah tercapai, dan akan membuka arus kembali jika suhu belum tercapai,” jelas Arif Noor.
Khoerul Anam menambahkan penggunaan sumber energi matahari menjadikan I-CLOUDER sebagai alat yang ramah lingkungan. Alat inipun dinilai mandiri, tidak terpengaruh dengan kebijakan pemerintah mengenai energi.
“Yang pasti lebih efisien karena suhu yang didalam panci nantinya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan penjual. Sebagai Program Kreativitas Mahasiswa, diharapkan alat ini nantinya dapat diterapkan secara real dan dikembangkan bukan hanya bagi pedagang makanan lokal tradisional,” papar Khoerul Anam. (Humas UGM/ Agung)