Kesusasteraan dan kesenian pada masa Paku Alam II berkembang dengan cukup pesat. Paku Alam II dinyatakan sebagai penentu dan penetap garis besar pembelajaran kesusasteraan dan kesenian di Pakualaman. Keistimewaan naskah skriptorium Paku Alam II adalah naskah disertai banyak iluminasi.
Iluminasi adalah pencerahan atau pemertinggi kesan atas halaman naskah melalui teknik penulisan, pola pewarnaan hiasan dekoratif, atau kelengkapan lainnya. Termasuk dalam kategori ini adalah hiasan pungtuasi, pembingkai teks, rubrikasi, dan gambar kaligrafi.
“Iluminasi naskah skriptorium PA II ini berupa pepadan, rubrikasi, rerenggan, wedana gapura renggan dan wedana renggan,” papar Sri Ratna Saktimulya, pada ujian terbuka program doktor Ilmu-ilmu Humaniora (Sastra), Senin (6/7) di R. Multimedia Lt.II Gedung R.M. Margono Djojohadikusumo, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Pada ujian tersebut Ratna mempertahankan disertasinya berjudul “Naskah-naskah Skriptorium Pakualaman Periode paku Alam II (1830-1858): Kajian Kodikologi, Filologi, dan Hermeneutika”.
Sayangnya, sebagian naskah ini tidak dilengkapi data tarikh penciptaan dan nama penciptanya, sehingga tidak dapat menempatkan naskah pada konteksnya. Selain itu, sistem kerja penciptaan naskah skriptorium Paku Alam II belum diketahui sehingga tidak diperoleh gambaran proses penciptaan naskahnya.
“Tujuan penelitian ini yaitu menunjukkan deskripsi naskah dan cara mengidentifikasi tarikh penulisan berdasarkan corak huruf, kemiripan iluminasi, dan pilihan kertasnya,” papar dosen Jurusan Sastra Nusantara, FIB UGM itu.
Melalui pendekatan kodikologi, filologi, dan hermeneutika, tarikh penciptaan naskah dan nama juru tulis dapat diperkirakan. Selain itu diketahui pula bahwa sebuah naskah diciptakan antara lain terinspirasi oleh situasi dan kondisi di seputar Pura Pakualaman, dan lebih luas lagi Yogyakarta.
Ratna Saktimulya menjelaskan hasil penelitiannya, yaitu naskah yang tidak bertarikh dapat diperkirakan saat penciptaannya dengan memperhatikan aspek kodikologis. Periodisasi skriptorium juga terwujud berkat kajian kodikologi dan filologi.
“Teks-teks skriptorium Pakualaman ini juga mengarahkan pembaca pada sosok Paku Alam yang bijaksana karena selalu memetik hikmah dari segala kejadian, dirumuskan dalam piwulang sestradi, disisipkan diantara paparan kisah dan ditandai dengan iluminasi,” urainya. (Humas UGM/Satria)