Bahasa isyarat merupakan salah satu media komunikasi utama bagi penderita tunarungu di seluruh dunia. Salah satu bahasa isyarat yang sering digunakan adalah finger spelling dengan memakai variasi pose jari-jari dan telapak tangan untuk merepresentasikan setiap abjad sehingga membentuk kata.
Umumnya, bahasa isyarat finger spelling ini dipakai untuk menginformasikan nama orang, tempat, dan objek lain yang belum dikenal dalam bahasa isyarat. Meskipun jenis isyarat ini memiliki peran penting dalam bahasa isyarat, namun jumlah masyarakat yang mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa isyarat sangat terbatas. Karenanya kebutuhan penerjemah dari bahasa isyarat ke dalam bahasa tulisan atau lisan menjadi sangat penting.
“Sebenarnya penelitian tentang pengenalan bahasa isyarat sudah banyak dilakukan. Kendati begitu, sebagian besar masih menggunakan piranti sensor yang harus dipakai oleh peraga bahasa isyarat. Sedangkan dalam penelitian lainnya yang menggunakan kamera sehingga peraga tidak perlu memakai sensor sebagian besar masih belum bisa diaplikasikan,” papar Dosen Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM, Ir. Rudy Hartanto, M.,T., Selasa (7/7) di Fakutas Teknik UGM.
Kondisi ini mendorongnya melakukan penelitian untuk mempelajari dan merancang metode pengenalan bahasa isyarat abjad finger spelling yang bisa menerjemahkan bahasa isyarat yang diperagakan lewat gesture tangan dalam bentuk prototipe aplikasi. Dengan metode baru dan dengan sistem sederhana sehingga mempunyai waktu proses yang singkat dan dapat didiaplikasikan di masyarakat.
Untuk proses pengenalan bahasa isyarat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama berfokus pada proses deteksi gesture tangan dengan memakai ruang warna YCrCb yang dikombinasikan dengan deteksi warna kulit guna membentuk citra tersegmentasi. Deteksi kontur ini digunakan untuk menentukan dan menyimpan area tangan.
Selanjutnya, pada tahap kedua adalah proses pengenalan isyarat abjad finger spelling menggunakan alogaritma SURF dan alogaritma Norm L2 yang lebih sederhana. Hal ini dilakukan untuk mengesktrak fitur titik kunci dan klasifikasi citra isyarat gestur tangan dengan membandingkan citra isyarat pada basis data.
“Pengujian dilakukan menggunakan tiga peraga isyarat dengan tiga ukuran citra basis data yakni 128×128, 170×170, dan 200×200 piksel,” jelasnya saat mempertahankan disertasi berjudul “Prototipe Sistem Pengenalan Bahasa Isyarat Abjad Finger Spelling” dihadapan dewan penguji saat ujian terbuka program doktor Program Pascasarjana Fakultas Teknik UGM.
Rudi mengatakan untuk setiap abjad dilakukan pengujian sebanyak 30 kali. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk membentuk kata atau kalimat dalam Bahasa Indonesia.
Dari percobaan tersebut diketahui sistem yang dibuat sudah mampu mengenal isyarat finger spelling. Juga mampu menerjemahkan menjadi kata atau kalimat berbahasa Indonesia dengan tingkat keberhasilan hingga 74,21 persen. (Humas UGM/Ika)