Pecinan Semarang merupakan kawasan pemukiman yang menyimpan beragam keunikan. Keunikan kawasan ini dibangun berdasarkan tradisi masyarakat Tionghoa. Sejarah kedatangan masyarakat etnis Tionghoa secara bertahap dan berasal dari suku yang berbeda memunculkan pengelompokan kegiatan masyarakat berdasarkan keahlian dan kegiatan warga.
Dalam kawasan tersebut juga terdapat lima bangunan kelenteng di ujung gang dan empat kelenteng besar di sepanjang Kali Semarang. Setiap kelenteng memiliki tingkatan fungsi pelayanan yang berbeda. Tak hanya itu, tradisi masyarakat masih dipegang teguh sampai saat ini dan menghasilkan fungsi-fungsi ruang yang beragam. “Fenomena lain yang muncul adalah adanya beragam simbol perlindungan mulai dari bangunan, gang hingga kawasan,” kata Jamilla Kautsary, S.T.,M.T., saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik UGM, Selasa (28/7).
Mempertahankan disertasi berjudul “Pelapisan Ruang Berbasis Spiritual dan Kesejarahan Komunitas di Kawasan Pecinan Semarang”, dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung ini menyampaikan terdapat 10 fakta empiris dari pemaknaan ruang oleh masyarakat. Hal tersebut berupa ruang sebagai tempat perlindungan, tempat penghidupan, tempat jut bio, tempat mencari hoki, tempat berbagi, tempat laku bakti (Hsiao), tempat satya (Zhong), tempat berkespresi, tempat bersyukur, serta tempat teladan.
Hasil temuan lainnya menunjukkan adanya empat konsep ruang yang lahir dari hasil abstraksi tema-tema empiris konsep ruang yaitu konsep ruang kebertahanan (jian ren), persaudaraan (He Gong), penghormatan dan setia (Xiao Zhong), dan harmoni (Zhong Yong). Masing-masing konsep terdiri dari empat lapisan ruang terkecil merupakan ruang bangunan, lapis selanjutnya merupakan skala ruang gang atau jalan lingkungan, lalu skala ruang kawasan, dan skala lebih luas sampau luar Pecinan. Keempat konsep tersebut terbentuk dari faktor historis dan faktor spiritual masyarakat Pecinan sejak awal berdirinya kawasan hingga saat ini. “Secara umum pelapisan ruang bisa dilihat dalam empat tingkatan skala mulai dari skala bangunan, skala ruang jalan atau lingkungan, skala kawasan, serta skala yang lebih luas hingga ke luar Pecinan,” tuturnya.
Jamila menyebutkan untuk konsep pelapisan ruang kebertahan terhadap musuh dan sha, bentuk perlindungan lapis pertama berbentuk pagar besi, tralis, dan benda-benda penolak bala. Lapis kedua berupa porta, tugu, benda-benda penolak bala dan kelenteng perlindungan lingkungan. Lapis selanjutnya berupa bangunan gerbang di pintu utama masuk kawasan dan kelenteng, pos jaga dan kelenteng masyarakat pelindung kawasan. Selanjutnya Kelenteng Besar Yay Kak Sie dan organisasi advokasi.
Sementara pelapisan ruang persaudaraan bentuk persaudaraan pada lapis pertama berupa tradisi makan bersama dan berbagi angpao, serta saling membantu di bidang usaha keluarga. Lapis kedua diwujudkan dalam pembangunan kelenteng lingkungan, berbagi ruang dengan pengguna ruang jalan. Lapis ketiga berupa pembangunan kelenteng masyarakat dan kelenteng besar, pembagian sembakao, angpao di hari persudaraan. Lapis empat berupa kerjasama dengan suku komunitas lain di luar kawasanuntuk kepentingan bersama.
Sementara itu, dalam konsep pelapisan ruang penghormatan, bentuk penghormatan dapat dilihat dari adanya meja altar di pemukiman, pembedaan letak, ketinggian dan sesaji, penempatan dewa pintu. Lapis kedua untuk menghormati ulang tahun dewa diwujudkan dengan penghormatan dewa, wayangan, persembahan budaya lainnya. Lapis ketiga dengan jut bio dan penerimaan tamu agung. Lapis terakhir berupa jut bio.
Leboh lanjut disampaikan Jamila, untuk pelapisan ruang keseimbangan, bentuk keseimbangan pada rumah diwujudkan dengan berbagi angpao, memelihara altar leluhur dewa, saling membantu dan berbagi, dan penggunaan benda geodimensi. Lalu pada skala lingkungan berbentuk pemakaian benda geodimensi, jut bio, peletakan kelenteng lingkungan di ujung gang, dan keselarasan di ruang semi publik. Dalam skala kawasan berupa jut bio, pembangunan kelenteng masyarakat, sembahyangan arwah, serta perayaan hari persudaraan. Sementara di skala yang lebih besar dengan melakukan kerjsama antar suku dan jut bio. (Humas UGM/Ika)