YOGYAKARTA – Indonesia merupakan negara dengan destinasi pariwisata yang menatik bagi wisatwan lokal maupun mancanegara. Namun dari jumlah kunjungan wisatwan mancanegara maupun perolehan devisa dinilai masih relatif kecil. Indonesia baru mampu meraih porsi kurang dari 1 % dari rasio kunjungan wisatawan seluruh dunia. Untuk meningkatkan daya saing destinasi pariwisata regional, pemerintah daerah diharapkan mengembangakan daya saing destinasi wisata berdasarkan tipe wisatawan.
Hal itu disampaikan mahasiswa S3 Teknik Arsitektur dan perencanaan, Fakultas Teknik UGm dalam ujian terbuka promosi doktor di Kantor pusat fakultas teknik UGM, Senin (24/8). Bertindak selaku promotor Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D., dan Ko-promotor dr. Ir. Budi Prayitno, M.Eng., dan Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, M.Eng.
Menurut Emrizal, tingkat daya saing pariwisata merupakan aspek penetu yang sangat menentukan terhadap kemajuan pariwisara suatu negara dan atau destinasi. Namun faktor daya saing destinasi pariwisata nasional di Indonesia masih berbasis penawaran (supply), sedangkan model berskala regional dengan basis pasar (demand) belum dirumuskan. “Apalagi belum dikaitkan dengan pasar pariwisata yang berdasarkan tipe psychographic wisatawan,” katanya.
Menurutnya alasan ketertarikan wisatawan dalam mengunjungi destinasi wisata ditentukan dari citra baik lokasi destinasi, daya tarik alam, daya tarik budaya, isu keamanan destinasi, keramahan penduduk, akses ke destinasi, harga, pelayanan, keragaman aktivitas, dan keberrlanjutan lingkungan.
Dikatakan Emrizal, ada 6 tipe wisatawan, yakni psychocentric, near-psycho, mid-psycho, mid-allo, near-allo, dan allocentric. Ia menambahkan, pola hubungan tipologi psychoghraphic wisatawan dengan faktor daya saing destinasi pariwisata regional dapat digunakan sebagai preskripsi dan alat analisis dalam perencaaan pengembangan wilayah destinasi pariwisata. “Adapaun tipe psychocentric wisatawan, cenderung lebih mengutamaan faktor citra baik destinasi, keamanan, alam, aksesibilitas dan biaya, “ katanya.
Sedangkan tipe allocentric, tambahnya, wisatawan lebih cenderung memberi prioritas pada budaya, alam, keragaman pilihan aktivitas, masyarakat lokal dan lingkungan, Namun demikian faktor alam dan biaya perjalanan dinilai sama pentingnya oleh semua tipe wisatawan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)