Angka kejadian kanker kulit di Indonesia berada di peringkat ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Faktor utama penyebab kanker kulit adalah paparan ultra violet (UV) dari sinar matahari.
Meski memiliki banyak manfaat bagi kehidupan organism, sinar UV dengan intensitas berlebihan dapat menyebabkan gangguan kulit, seperti eritema, penuaan dini dan kanker kulit. Masyarakat Indonesia yang berada di daerah tropis mendapat resiko gangguan pada kulit termasuk kanker.
“Mendapat paparan paparan sinar matahari dan keinginan mencerahkan kulit dengan mengurangi melanin merupakan faktor yang meningkatkan resiko. Untuk itu perlu upaya pencegahan kerusakan kulit diantaranya dengan mengkonsumsi senyawa kemoprevensi”, kata Shanti Listyawati, S.Si., M.Si, di Sekolah Pascasarjana, senin sore (31/8).
Menempuh ujian terbuka Program S3 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM, Shanti menjelaskan senyawa kemoprevensi kanker merupakan senyawa bahan alam atau sintesis yang dapat mencegah, menghambat atau meretardasi kanker. Salah satu bahan yang berpotensi dikembangkan sebagai agen kemoprevensi kanker kulit adalah rimpang Boesenbergia pandurata (Roxb.) schlecht., seperti temu kunci/ finger root.
“Rimpang dari tanaman anggota zingiberaceae ini mengandung senyawa bioaktif, diantaranya adalah pinostrobin, pinocembrin, panduratin-A, dan alpinetin yang menunjukkan aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, induksi apoptosis dan anti-proliferasi”, katanya.
Dari penelitian tiga tahap, ekstraksi dan kuantifikasi, uji in vitro dan uji in vivo, hasil penelitian Shanti menyimpulkan ETBP mampu mengurangi terjadinya inflamasi, melindungi dari imunosupresi dan kerusakan DNA. selain itu, memperlama survival time, menurunkan insidensi dan multiplasitas tumor pada model tumorgenesis mencit Balb/C yang diinduksi paparan UV-B.
Iapun menyarankan agar dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengkaji mekanisme antioksidan secara in vivo, perlu mengkombinasikan senyawa kemoprevensi lainnya agar dapat mengatasi ke-10 hallmark of cancer. Disamping itu, perlu standarisasi, formulasi, dan uji klinis untuk mendapatkan sediaan yang layak dan aman dikonsumsi sebagai kemoprevensi kanker. (Humas UGM/ Agung)