Kelompok mahasiswa UGM berhasil mengembangkan sebuah sistim yang mampu menemukan jalur pembuluh vena pada tubuh pasien. Sistim yang dinamai visiovein ini mempermudah petugas medis saat melakukan pemeriksaan karena dapat menemukan pembuluh vena secara cepat.
Yasmin Noor Afifah, salah satu anggota pengembang visiovein mengatakan bahwa hamper 90 persen pasien yang dirawat d rumah sakit akan mendapatkan prosedur akses vaskular. Sementara di Indonesia, prosedur untuk mengakses pembuluh vena masih dilakukan dengan metode konvensional yaitu dengan mencari jalur pembuluh darah dengan melihat dan meraba tangan pasien. Namun begitu, pada beberapa orang memiliki vena yang sulit untuk ditemukan atau sangat rapuh. Pada sebagian pasien pembuluh venanya berada di tempat yang tidak bisa dilihat dengan pengelihatan biasa atau berada di tempat yang tidak bisa ditembus gelombang cahaya.
“Fenomena ini menyulitkan tenaga medis dalam menemukan pembuluh darah vena pasien. Tidak jarang prosedur akses pembuluh vena semisal untuk memasukan cairan infus harus dilakukan berkali-kali karena belum menemukan jalur pembuluh vena sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit pada pasien, bahkan trauma fisik maupun psikologis,”urainya, Jum’at (25/9) saat konferensi pers di Fakultas Kedokteran UGM.
Kondisi inilah yang mendorong Yasmin bersama keempat rekannya dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas MIPA yaitu Putri Istiqomah RH, Ardianto Nugroho, Faisal Fajri Rahani, dan Intan Nur Fadliilah untuk membuat alat yang dapat membantu petugas medis dalam menjalankan prosedur akses vaskular dengan lebih mudah, efisien, dan aman. Visiovein terdiri dari tiga bagian utama yaitu rangkaian led inframerah, kamera inframerah, serta laptop. Rangkaian led inframerah berfungsi untuk memancrakan cahaya inframerah pada tubuh pasien. Selanjutnya kamera inframerah untuk menangkap dan mengolah citra digital gambaran jalur pembuluh vena pada tubuh pasien. Kemudian laptop sebagai unit pemroses dan pengolah data akan menampilkan gambaran jalur pembuluh vena pada layar LCD.
“Cara kerjanya tangan pasien cukup diletakkan di bawah visiovein dan hasilnya akan segera terlihat secara realtime,” jelasnya.
Faisal Fajri menambahkan visiovein dibuat dengan desain egronomis dan portable sehingga mudah untuk dibawa kemana saja. Tidak hanya itu, alat ini juga lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis yang selama ini dipenuhi dengan mengimpor dari luar negeri.
“Alat bantu visualisasi vena ini sebenarnya sudah banyak dikembangkan dan dipasarkan di luar negeri, tetapi harganya sangat mahal. Setiap unitnya dijual dalam kisaran kisaran harga Rp.40-60 juta per unitnya,”terangnya.
Sementara alat yang dikembangkan oleh lima mahasiswa muda ini hanya menghabiskan biaya produksi sekitar Rp. 3 juta saja. Sehingga alat ini sangat berpotensi untuk dikembangkan dan diproduksi secara masal di Indonesia.
“Saat ini kami baru proses pengajuan paten. Harapannya kedepan alat ini bisa didistribusikan di fasilitas kesehatan Indoensia baik, puskesmas, rumah sakit, maupun pelayanan pribadi dokter,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)