Dalam rangka menindaklanjuti instruksi Presiden RI untuk mengimplementasikan sistem peringatan dini bencana longsor, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menjalin kerjasama pemasangan sistem di sembilan lokasi dengan UGM dan di sepuluh lokasi lainnya bekerja sama dengan PVMBG-Badan Geologi. Sementara pada tanggal 27 Juli 2015 juga telah ditandatangani kerjasama antara BNPB dan UGM untuk menerapkan sistem peringatan dini bencana longsor di enam kabupaten/kota.
Sebagai kelanjutan program tersebut, pada tanggal 17 September 2015 UGM dan BNPB kembali menandatangani kerja sama yang sama. Untuk kerjasama kali ini, BNPB dan UGM sepakat untuk memasang sistem yang sama di 24 lokasi lainnya.
Naskah kerja sama ditandatangani Ir. Medi Herlianto, CES., M.M. (Direktur Kesiapsiagaan Deputi Pencegahan dan Pencegahan BNPB); Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni, Dr. Paripurna Sugarda; dan Dekan Fakultas Teknik, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. Penandantanganan ini turut disaksikan Rektor UGM, Prof. Dwikorita Karnawati; M. Afrizal Hernandar, ST., MBA., Direktur PT. Gama Multi Usaha Mandiri (GMUM); dan Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM, Dr. Hargo Utomo.
Dari kerjasama ini, total sebanyak 30 sistem peringatan dini bencana longsor akan dipasang di 12 propinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu. Daerah lainnya adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Medi Herlianto, dalam sambutan mengatakan BNPB telah menyusun rencana jangka pendek dan menengah untuk pengembangan sistem peringatan dini. Tidak hanya untuk bencana longsor, namun juga juga untuk berbagai bencana lainnya.
“Kerjasama ini tentu sangat penting karena Undang-undang mengamanatkan upaya pengurangan risiko bencana melalui peningkatan kesiapsiagaan berbasis teknologi”, katanya belum lama ini di ruang Majelis Guru Besar UGM.
Sedangkan Dwikorita Karnawati selaku Rektor UGM menyampaikan ungkapan terima kasih atas dukungan BNPB terhadap penggunaan produk-produk riset di bidang kebencanaan. Dengan kerjasama semacam ini diharapkan memacu inovasi teknologi di bidang kebencanaan agar dapat diaplikasikan di dalam dan luar negeri.
“Karenanya untuk pengembangan inovasi, UGM berencana akan membangun UGM Sain dan Tekno Park di Berbah Yogyakarta untuk mengintegrasikan inovasi teknologi hingga manufaktur yang dikaitkan dengan Sekolah Vokasi UGM”, katanya.
Menanggapi kerjasama ini, Teuku Faisal Fathani, Ph.D, dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2014, bencana tanah longsor merupakan bencana dengan jumlah kejadian dan jumlah korban terbesar di Indonesia. Upaya-upaya mitigasi bencana longsor secara struktural pun dilakukan dengan menata geometri lereng, perbaikan sistem drainase, perkuatan dan perlindungan lereng, serta relokasi masyarakat ke daerah yang lebih aman apabila tingkat resikonya sangat tinggi.
“Mitigasi struktural tentunya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apalagi merelokasi warga juga merupakan tantangan berat karena resistensi dari aspek sosial-ekonomi-budaya dalam masyarakat dan terbatasnya anggaran”, ungkap Faisal Fathani.
Karena itu, menurutnya, upaya pengurangan risiko bencana efektif dapat dilakukan melalui mitigasi non-struktural, antara lain dengan usaha peningkatan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat dengan penerapan sistem peringatan dini. Menurut Faisal Fathani, Kerangka Aksi Sendai (2015-2030) menyatakan itu, bahwa membangun ketangguhan bangsa dan komunitas terhadap bencana dimana penilaian risiko dan peringatan dini merupakan salah satu dari lima tema pengurangan risiko bencana.
“Di Indonesia, penerapan sistem peringatan dini menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS-PB), 2015-2019, yang ditindak lanjuti dengan masterplan pengurangan risiko bencana gerakan tanah, 2015-2019”, paparnya. (Humas UGM/ Agung)