Keunggulan biosensor berbasis Surface Plasmon Resonance (SPR) yang dapat mendeteksi interaksi biomolekul secara langsung tanpa labeling menjadikan sensor ini memiliki banyak peluang aplikasi. Dengan keunggulan tersebut, maka biosensor SPR berperan sebagai alat yang sangat penting untuk mempelajari interaksi molekuler.
Menurut Prof. Drs. Kamsul Abraha, Ph.D, kemampuannya untuk memonitor interaksi molekuler secara langsung dan real-time membuatnya mampu untuk menentukan secara kuantitatif parameter-parameter kinetik, termodinamik dan konsentrasi analit, atau secara kualitatif mengarakterisasi hubungan antara ligan dan analit. Bila dibandingkan dengan teknologi lain, seperti metode enzim atau radiolabeling, maka biosensor ini menawarkan kelebihan berupa kecepatan respons dan sensisivitas tinggi dalam mempelajari mekanisme biomolekuler.
“Akibatnya, biosensor ini banyak diaplikasikan dalam bidang lingkungan, pangan, dan diagnosis medis”, ujar Kamsul Abraha.
Dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Fisika, Fakultas MIPA, di Balai Senat, Selasa (3/11), Kamsul Abraha mengungkapkan dalam bidang lingkungan, biosensor berbasis SPR telah diaplikasikan untuk memonitor kontamin-kontamin berbahaya dari senyawa kimia maupun biologi, baik yang terkandung di udara, air maupun tanah. Di bidang keamanan pangan, biosensor berbasis SPR telah dimanfaatkan untuk mendeteksi sumber penyakit yang ditularkan melalui makanan ataupun kontaminan pada makanan.
Sedangkan dalam bidang diagnosis medis, biosensor berbasis SPR dimanfaatkan untuk mendeteksi penanda kanker dan memonitor penggunaan obat-obatan. “Dalam bidang pengamatan penggunaan obat, SPR biosensor telah diaplikasikan untuk memonitor terapi obat pada penyakit-penyakit seperti lemah jantung, parkinson, malaria dan diabetes melitus,” papar Ketua Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) “MMTC” Yogyakarta itu.
Dalam pidato pengukuhannya berjudul Litbang Biosensor Optik Berbasis Surface Plasmon Resonance (SPR) dan Aplikasinya, Kamsul Abraha mengatakan meskipun telah banyak dimanfaatkan biosensor berbasis SPR masih perlu dikembangkan. Dengan beberapa keterbatasan perlu dikembangkan agar semakin mempermudah dalam aplikasinya di bidang lingkungan, keamanan pangan dan diagnosis medis.
Dalam bidang lingkungan, katanya, diperlukan pemantauan yang kontinu dan tak jarang membutuhkan langsung di lapangan. Sementara teknologi SPR saat ini masih terbatas pada alat yang baru dapat digunakan di laboratorium. Sedangkan, di bidang keamanan pangan, sensor SPR portabel akan memberi keuntungan yang lebih pada proses industri pangan dari hulu hingga hilir.
“Begitu pula dalam diagnosis medis, sensor SPR baru dapat digunakan untuk sampel yang memiliki kemurnian tinggi. Dengan demikian tren masa depan dalam penelitian dan pengembangan biosensor berbasis SPR diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut. Bagaimana meningkatkan sensitivitasnya, bagaimana menemukan biorecognition material yang memiliki spesifikasi tinggi, bagaimana meminiatur ukuran sensor, dan bagaimana memenuhi kebutuhan deteksi dengan pengembangan biosensor SPR portabel,” tandas Kamsul Abraha. (Humas UGM/ Agung;foto: Budi H)