UGM tak pernah lelah membuktikan perannya sebagai kampus yang berkonsep sebagai menara air dan selalu menyebarkan kebaikan, kebahagiaan dan kemanfaatan untuk masyarakat. Atas keprihatinannya terhadap sungai-sungai di Indonesia yang mulai dilupakan dan diabaikan, dosen Jurusan Teknik Sipil UGM, Dr. Ir. Agus Maryono meraih penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Pelopor Restorasi Sungai di tahun 2015 ini.
Dibantu dengan beberapa dosen UGM dan mitra, Agus selama ini berinisiatif membangun konsep sungai restorasi untuk mengembalikan esensi sungai seperti sediakala. Dipelopori olehnya, tim berhasil mensosialisasikan sungai restorasi pada 5 sungai di Yogyakarta antara lain sungai Code, Winongo, Tambak Bayan, Sungai Kuning, dan Gajah Wong.
“Secara kasat mata, sungai-sungai penuh sampah, limbah, terutama sungai yang berada di pemukiman dan perkotaan. Kalaupun sungai itu dikelola juga tidak memperhatikan ekosistem. Masyarakat tidak lagi memperhatikan sungai dan meninggalkan sungai, padahal sungai adalah alam yang sangat berguna bagi manusia,” kata Agus, Jumat (4/12).
Menurut Agus peran sungai sangat vital sehingga penting untuk mengembalikan kesadaran masyarakat mengenai pelestarian sungai. Ia memaparkan sungai memiliki banyak peran yang strategis diantaranya sebagai suplai air, menanggulangi banjir, menanggulangi kekeringan, alat transportasi, iklim mikro, kesehatan ekosisitem, jalur hijau, pendidikan dan banyak lagi.
Banyaknya manfaat yang diperoleh dari sungai ternyata tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat dalam memperlakukan sungai. Untuk itu, Sungai Restorasi hadir sebagai gerakan mengubah pola pikir masyarakat, dengan membangkitkan kesadaran bahwa sungai mulai terancam. Sungai-sungai kini telah tercampur oleh limbah dan luput dari perhatian masyarakat.
“Potensi positif yang dapat dihasilkan dari sungai juga akan berkurang. Gerakan ini bertujuan untuk mengembalikan jati diri sungai,” kata Agus.
Restorasi Sungai, kata Agus, menawarkan lima konsep untuk meningkatkan eksistensi dan mengembalikan esensi sungai, diantaranya melalui restorasi hidrologi, restorasi ekologi, restorasi morfologi, restorasi sosial ekonomi, serta restorasi kelembagaan dan peraturan. Pada tataran restorasi hidrologi mereka melakukan pemantauan terhadap kuantitas dan kualitas air. Pada tataran restorasi ekologi dilakukan pemantauan terhadap flaura dan fauna.
Sementara itu restorasi morfologi bertujuan untuk meninjau kembali bentuk keaslian sungai dan restorasi sosial ekonomi yang bertujuan untuk melihat manfaat sungai secara ekonomis serta mengajak masyarakat ikut serta untuk memperoleh ilmu pengetahuan di bidang sungai dan menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan,
“Khusus Restorasi Kelembagaan ini fokus untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat menjaga kelestarian sungai,” katanya.
Agus menegaskan tujuan besar dari restorasi sungai ini adalah untuk mengembalikan sungai kepada entitasnya, yaitu air dan sedimen bersih, sehat, prokutif, lestari dan bermanfaat untuk semua makhluk hidup. Agus berharap restorasi sungai dapat berjalan sehingga sungai-sungai di Jogja bebas sampah dan kembali pada bentuk aslinya.
“Harapannya, dapat berjalan secara berkelanjutan sehinga sungai-sungai itu bebas sampah, kembali pada morfologinya, tumbuh ekologi, masyarakat menjadii sadar, dan sungai menjadi tempat wisata yang ramah lingkungan. Ke depan, saya berharap sungai restorasi dapat menyebar di seluruh Indonesia,” harapnya (Humas UGM/Putri)