Ali Akbar Navis atau lebih dikenal dengan nama A.A Navis merupakan salah seorang pengarang yang karyanya diapresisi secara luas oleh masyarakat. Pria asal Minangkabau, Sumatera Barat ini telah menghasilkan karya berupa 5 antologi cerpen, 5 novel dan sebuah antologi pusisi. Karya sastra yang dihasilkannya itu merupakan hasil pengamatan dan perenungan dari berbagai peristiwa politik dan sosial yang pernah dialaminya pada masa penjajahan, awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru hingga Era Reformasi. “Peristiwa dan situasi sosial di masa itu sangat berpengaruh banyak dalam proses produksi karya sastra yang dihasilkannya,” kata Ivan Adilla pada ujian terbuka program doktor yang berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Rabu (24/12)
Dalam disertasinya yang berjudul AA Navis dalam Arena Kesusasteraan Indonesia, mahasiswa S3 prodi ilmu humaniora ini mengatakan produksi karya sastra tidak hanya menyangkut kompetensi individual pengarang untuk bisa menghasilkan karya sastra yang indah dan menarik. Lebih dari itu, karya sastra adalah perjuangan seseorang intelektual yang melakukan pengamatan dan perenungan terhadap masalah sosial di sekelilingnya yang disampaikan dengan memanfaatkan kompetensi literer yang dimiliki seorang sastrawan.
Dibesarkan di kota Padangpanjang dan pernah mengenyam sekolah di daerah Kayutanam. Selama 11 tahun itu, Navis mendapat pendidikan pembentukan karakter dan pola hubungan egaliter antara murid dan guru sehingga meninggalkan kesan mendalam dan memengaruhi sikap Navis ketika beranjak desawa. “Di sekolah ini ia belajar musik, seni rupa dan mulai menyukai karya sastra,” kata Ivan.
Penulis novel Robohnya Surau Kami ini, tambah Ivan, dikenal aktif dalam kelompok diskusi komunitas sastra dan hadir dalam berbagai pertemuan forum ilmiah. Meski begitu, sepanjang hidupnya, Navis memilih posisi tidak pernah masuk pada lembaga pemerintah maupun institusi resmi, sehingga ia dengan bebas mengamati dan memberikan kritik atas fenomena sosial di lingkungannya. “Situasi dan peristiwa sosial di sekitar menjadi dorongan baginya untuk menulis karya sastra,” katanya.
Navis juga dikenal sebagai sastrawan yang sangat detil mengenali selera pembaca. Untuk menulis atau mempublikasikan karyanya, lebih-lebih untuk menulis kisah simbolik, atau memilih tema universal dengan warna lokal, Navis selalu pintar memilih genre yang sesuai dengan kondisi kekinian. (Humas UGM/Gusti Grehenson)