Distrik Lautem, Timor Leste merupakan daerah subur sehingga berpotensi untuk pengembangan pertanian. Namun begitu, produktivitas pertanian belum optimal. Hal itu dikarenakan sistem pertanian yang dijalankan masih dilakukan secara tradisional.
Pengembangan pertanian di distrik Lautem pada areal seluas 43. 550 ha untuk budidaya padi dan 70.000 ha untuk tanaman jagung. Sementara produksi yang dihasilkan untuk budidaya padi sebesar 1,5 t ha-1 dan jagung sebesar 0,6 t ha-1.
“Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam di Lautem menjadi belum optimal, karenanya perlu dilakukan evaluasi lahan, ” kata dosen Universitas Nasional Timor Lorosae, Antonio, Joao Da Costa, Senin (10/1) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Pertanian UGM.
Antonio menyebutkan kesuburan tanah di sub distrik Lautem dan Luro berada pada tingkat sedang (63,6%). Meskipun memiliki kesuburan tanah yang bagus, pengembangan pertanian di wilayah ini masih saja terkendala dengan kondisi fisik lahan berupa lereng serta adanya erosi di lahan pertanian.
“Keringan kelengasan tanah jadi kendala utama,” ujarnya.
Dari hasil evaluasi lahan diketahui bahwa pada pertanian padi dan palawija di daerah tersebut berada di luar batas kesesuaian lahan dengan faktor pembatas utama bersifat nonpermanen. Untuk meningkatkan potensi pertanian tanaman pangan, Antonio mengimbau pengembangan pertanian kedepan sebaiknya dilakukan dalam satuan lahan yang berada dalam batas kelas kesesuaian lahan.
Satuan lahan Odafuro (SPT 17) dan Suruwaku (SPT 18) diprioritaskan untuk budidaya tanaman padi lahan kering dan palawija. Sementara satuan lahan Atecalmor (SPT 126) untuk budidaya kacang tanah.
“ Sedangkan satuan lahan selain Odafuro, Suruwaku, dan Atecalmor di subdistrik Lautem dan Luro diprioritaskan sebagai areal konservasi karena berada di luar batas kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi dan palawija,” paparnya saat mempertahankan disertasi berjudul “Evaluasi Lahan Sebagai Dasar Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan: Kasus di Raumoco Lautem, Timor Leste”.
Antonio menambahkan untuk perencanaan pertanaman padi dan palawija sebaiknya diprioritaskan di awal masa tanam. Hal ini dikarenakan kebutuhan air tergantung pada ketersediaan air dan membutuhkan irigasi tambahan untuk masa tanam kedua.
“Periode ketersediaan air berlangsung sangat singkat sehingga memerlukan irigasi tambahan dalam rencana pertanaman dan pola tanam,” terangnya.
Terkait pola tanam, lanjut dia, sistem tumpang sari dianjurkan pada lahan yang luas ataupun per bedengan. Disamping itu tidak mengabaikan tanaman Mucuna serta penggunaan teknologi dengan permintaan lahan. (Humas UGM/Ika)