Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memperluas akses masyarakat terhadap media-media sebagai sumber informasi serta sebagai sarana untuk menyuarakan pendapat mereka. Dalam lingkup sosial masyarakat yang lebih kecil, salah satu media alternatif yang dapat digunakan untuk menyuarakan persoalan-persoalan di dalam komunitas tersebut adalah radio komunitas.
Radio komunitas merupakan suatu jenis radio yang dibuat untuk melayani masyarakat, mendukung ekspresi, partisipasi serta menjunjung nilai-nilai budaya lokal. Bagi kelompok perempuan, radio komunitas memungkinkan mereka untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang menjadi perhatian mereka, termasuk dalam bidang-bidang yang biasanya didominasi oleh laki-laki. Namun, radio komunitas sering merefleksikan stereotip gender.
“Penentuan program siaran masih didominasi oleh laki-laki, sehingga perempuan menjadi kelompok yang terpinggirkan sehingga kehadiran mereka tidak dianggap penting dalam pengelolaan radio. Beberapa acara yang diasuh penyiar perempuan pun masih mengetengahkan isu-isu yang menunjukkan stereotip perempuan sebagai ibu rumah tangga, pendidik, atau penghibur, dan belum sampai ke persoalan yang menjadi ranah laki-laki seperti pertanian, keamanan lingkungan, atau olahraga,” ujar praktisi komunikasi Emilia Bassar saat mengikuti ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (28/1).
Dalam disertasinya ia meneliti relasi gender dalam keterlibatan perempuan dua radio komunitas di wilayah Jawa Barat, yaitu Radio Ruyuk FM serta Radio RAKITA FM. Ia menemukan bahwa perempuan cenderung bersikap pasif saat mereka mulai terlibat di radio karena terbatasnya akses mereka terhadap informasi serta lemahnya pemahaman mereka terhadap fungsi radio komunitas. Keterlibatan perempuan di radio komunitas kebanyakan timbul karena adanya ajakan dan dorongan dari pegiat laki-laki.
Karena itu, menurut pendiri situs Center for Public Relation, Outreach, and Communication ini, akses dan partisipasi perempuan ke media perlu ditingkatkan untuk melawan stereotip perempuan dengan mempromosikan dan mengomunikasikan ide-ide dan pikiran perempuan, serta membagi pengalaman kepada perempuan lain.
“Akses dan partisipasi perempuan di media akan mempromosikan kontribusi positif perempuan di masyarakat, termasuk dalam pengembangan ekonomi lokal, pengembangan kegiatan masyarakat, dan peningkatan kepercayaan diri perempuan untuk berbicara,” jelasnya.
Relasi antara perempuan dan laki-laki dalam kepengurusan radio komunitas juga harus dibangun berdasarkan keadilan dan kesetaraan gender. Pengurus radio perlu merancang keterwakilan perempuan di kepemimpinan maupun pengelolaan teknis untuk menjaga keseimbangan gender di radio. Selain itu, memberikan pelatihan khusus kepada para perempuan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk mengelola radio, serta meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dalam kehidupan sosial. (Humas UGM/Gloria)