Saat ini tawaran untuk berinvestasi kian beragam. Mulai dari saham, reksadana, properti, obligasi, emas, deposito dan masih banyak jenis investasi lainnya.
Saat ini, telah hadir program investasi baru yang bisa menjadi alternatif dalam berinvestasi. Adalah “IWAK” sebuah program investasi berbasis pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan sekelompok mahasiswa UGM. IWAK tidak hanya mampu memberikan keuntungan bagi investor namun juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ketua pengembang IWAK, Hestyriani Anisa Widyaningsih, mengatakan IWAK merupakan proyek pemberdayan masyarakat melalui budidaya ikan air tawar. Program ini menyediakan platform yang menghubungkan investor dengan keluarga petani.
“Berinvestasi melalui IWAK selain bisa memberikan keuntungan bagi investor, juga dapat membantu menyejahterakan masyarakat. Soalnya, dalam program ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat bawah,” jelasnya, Rabu (10/2) di Kantor Enterpreneur Development Services (EDS) UGM.
“Berinvestasi melalui IWAK selain bisa memberikan keuntungan bagi investor, juga dapat membantu menyejahterakan masyarakat. Soalnya, dalam program ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat bawah,” jelasnya, Rabu (10/2) di Kantor Enterpreneur Development Services (EDS) UGM.
Nisa, begitu ia biasa disapa, mengatakan pengembangan investasi ini berawal dari keluh kesah temannya yang merasa prihatin terhadap kondisi kampungnya di Desa Kebon Agung, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Disana masih banyak pengangguran, dan sebagian besar masyarakatnya merupakan keluarga miskin. Dari sanalah ia bersama dengan Ade Armyanta Yusfantri, Anggita Arum Pertiwi, dan Rian Adam Rajagede berupaya mengembangkan sebuah usaha yang bisa meningkatkan kesejahteraan warga.
“88 persen lahan di desa Kebon Agung masih berupa lahan kosong yang belum dimanfaatkan. Kami berpikir untuk memanfaatkan lahan itu sebagai lahan untuk kolam budidaya ikan,” tutur alumnus Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UGM ini.
Lantas bagaimana IWAK bekerja? Nisa menjelaskan setelah ada investor masuk, IWAK akan memberikan 2-3 kolam kepada keluarga petani yang akan membudidayakan ikan mulai dari awal sampai panen. Kolam budidaya bersifat portabel berbentuk bundar berukuran 4×1 meter.
“Investasi yang kami tawarkan mulai 150 ribu hingga 15 juta,” katanya.
Untuk saat ini, IWAK baru menyediakan satu pilihan budidaya ikan yaitu ikan lele. Namun kedepan, Nisa dan kawan-kawan berupaya menambah lebih banyak lagi jenis budidaya ikan yang bisa diinvestasikan.
“Sekarang kami baru melakukan riset untuk budidaya ikan nila,” terangnya.
Untuk mendukung keberhasilan budidaya, petani diberikan pelatihan mengenai budidaya ikan air tawar. Pada setiap tahapan budidaya, petani didampingi dan diawasi oleh tim ahli di bidang perikanan.
“Hasil panen akan dijual kepada pedagang berskala besar dan keuntungan penjualan dibagi kepada investor, tim manajemen, dan petani,” terangnya.
Dari hasil penjualan tersebut, investor akan menerima 55 persen keuntungan setiap panen yaitu dua bulan sekali. Adapun periode investasi berlangsung hingga 3,5 tahun. Selanjutnya setelah bulan ke-9, waktu perkiraan investor balik modal maka bagi hasilnya menjadi 35 persen.
” Sisanya sebanyak 35 persen untuk petani dan 30 persen untuk manajemen,”urainya.
Bagaimana jika terjadi gagal panen? Nisa mengatakan pihaknya akan meng-cover kolam yang gagal panen dengan memanfaatkan dana bersama. Dana ini merupakan dana kolektif dari setiap investasi yang masuk. Besaran dana bersama sekitar 7 persen dari investasi.
“Dana bersama ini juga berasal dari penyisihan keuntungan yang diperoleh setiap kali panen,” jelasnya.
Sementara itu, Ade menambahkan investor akan mendapatkan laporan harian mengenai kolam yang diinvestasikan. Investor dapat melihat berbagai informasi tentang perkembangan kolam dan budidaya melalui website iwak.me. Website ini juga menampilkan informasi bagi investor mengenai keluarga petani, operator, besaran investasi, kondisi kolam, serta laporan keuangan yang transparan.
“Laporan tentang pakan, jumlah kematian ikan, dan biaya yang dikeluarkan juga bisa dilihat oleh investor setiap harinya,” ujarnya.
Setiap hari, dikatakan Ade, ada satu operator lapangan yang ditugaskan secara rutin menginput data perkembangan budidaya. Dengan begitu, diharapkan investor bisa memantau budidaya yang dilakukan setiap harinya.
Sejak memulai pilot project di Desa Kebon Agung pada November 2015 lalu, IWAK sudah berhasil melakukan panen perdana pada awal 2016 kemarin. Kini, mereka sudah berhasil menggandeng 15 investor dari Yogyakarta dan Jakarta serta melibatkan 3 keluarga untuk mengelola 6 kolam ikan.
Pengembangan bisnis ini tak hanya memberikan keuntungan dan mengentaskan kemiskinan saja. Namun, bisnis ini juga berhasil meraih penghargaan 2nd Winner Asean Young Socialpreneurs Program 2015. Selain itu, berhasil masuk sebagai nominator Indonesia ICT Awarad 2015. (Humas UGM/Ika)