Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis menjadikannya berpotensi menjadi tempat berkembangnya penyakit DBD. Data Kementerian Kesehatan mencatat masih terjadi 7.244 kasus DBD selama 2015.
Berbagai upaya pencegahan dilakukan guna meminimalkan munculnya DBD di masyarakat, salah satunya dengan pemberian abate. Penggunaan larvasida kimia terbukti mampu mengendalikan jentik atau larva nyamuk Aedes aegypti. Meskipun demikian, penggunaan secara terus-menerus dapat menimbulkan sejumlah efek samping, seperti menyebabkan resistensi, pencemaran lingkungan, serta persoalan kesehatan masyarakat karena efek karsinogenik dari abate.
Hingga akhirnya, lima mahasiswa Fakultas Biologi UGM berhasil menemukan larvasida yang mampu mengendalikan jentik nyamuk ramah lingkungan serta tidak menimbulkan resistensi. Mereka adalah Ayu Safitri, Nilahazra Khoirunnisa, Syindi Ariska FP, Diyah Tri Utami, dan Adhestya Alfiani yang membuat larvasida dari buah dan biji pare (Mommordica charantia L).
Nila mengatakan dalam buah dan biji pare mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan terpenoid yang cukup tinggi. Keempat senyawa itu memiliki kemampuan untuk membunuh jentik nyamuk.
“Senyawa-senyawa tersebut bisa mematikan syaraf dan menyerang sistem pernafasan yang bisa mengakibatkan kematian pada hewan-hewan kecil seperti jentik nyamuk,” jelasnya, Kamis (11/2) di Fakultas Biologi UGM.
Untuk mengetahui efektivitas buah dan biji pare dalam membunuh larva, mereka melakukan penelitian dalam skala laboratorium pada jentik Aedes aegypti. Nyamuk yang mereka gunakan diperoleh dari Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Jentik nyamuk tersebut selanjutnya direndam dalam ekstrak biji dan juga ekstrak buah pare yang telah dilarutkan dengan etanol. Perendaman dilakukan selama 48 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa bahwa ekstrak buah dan biji pare mampu membunuh jentik nyamuk.
“Hasil optimal untuk pemberian ekstrak buah pare pada konsentrasi 0,2 gr/100ml mengakibatkan kematian larva hingga 100 persen. Sementara untuk biji pare dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu 0,5 gr/100ml,” tambah Diyah.
Diyah berharap adanya penelitian ini nantinya bisa memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai alternatif pengendalian demam berdarah dengan menggunakan buah dan biji pare. Berbagai senyawa yang terkandung dalam biji dan buah pare berpotensi digunakan sebagai larvasida alami yang ramah lingkungan.
“Ke depan masih dibutuhkan sejumlah penelitian lanjutan terhadap buah dan biji pare sebagai alternatif larvasida guna mengetahui efeknya pada organisme lain,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)