Iklan politik telah menjadi semacam keniscayaan dalam kegiatan politik di Indonesia. Menjelang acara-acara politik, seperti pemilihan umum legislatif, pemilihan umum presiden dan wakil presiden, atau pemilihan kepala daerah, iklan politik merebak dan memenuhi setiap sudut ruang baik ruang privat maupun ruang publik. Sejak era reformasi, peran iklan politik menjadi semakin besar sebagai media manipulasi kesadaran publik dan digunakan sebagai alat politik untuk kepentingan tertentu.
“Oleh karenanya, diperlukan sebuah upaya untuk mendekonstruksi praktik wacana yang terdapat pada iklan politik agar dapat diketahui substansi ideologis yang tersembunyi di balik wacana yang disampaikan,” ujar dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UGM, Drs. Widodo Agus Setianto, M.Si., saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Jumat (12/2) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Menurut Widodo sifat iklan politik yang epidemik dapat memanipulasi kesadaran dan menghilangkan daya kritis masyarakat terhadap wacana yang disampaikan. Hal ini pada akhirnya mengukuhkan iklan sebagai media pengendali kesadaran publik yang hegemonistik. Dalam mempengaruhi kesadaran khalayak iklan bekerja secara terselubung melalui konstruksi pesan yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga publik terpengaruh tanpa mereka sendiri menyadarinya. Dengan demikian, iklan politik telah menciptakan kesadaran palsu melalui wacana yang disampaikannya sehingga publik memberikan dukungan tanpa bersikap kritis.
Dalam disertasinya, ia mengkaji iklan-iklan politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar pada pemilu 1999 yang dimuat di surat kabar harian Kompas. PDI Perjuangan dan Partai Golkar merupakan dua partai politik peserta pemilu 1999 yang secara efektif menggunakan iklan politik sebagai sarana dalam mengangkat wacana-wacana tertentu, terkait dengan tujuan politik yang hendak dicapainya. Iklan politik kedua partai ini tampil dominan dengan ukuran besar, frekuensi yang relatif sering dan kontinu, serta versi yang beragam.
Dalam iklan politiknya, PDI Perjuangan menekankan pada wacana “perjuangan”, sebuah kosakata yang merefleksikan perjalanan PDI Perjuangan itu sendiri, sekaligus menjadi kepercayaan sosial dan ideologi yang ingin disebarkan atau dibagi bersama dan ditanamkan kepada khalayak. Sementara itu, integralitas makna wacana pada iklan politik partai Golkar lebih menekankan pada wacana “bersatu”, yang dapat dimaknai sebagai bentuk keinginan partai terhadap kebersamaa, baik dalam internal partai maupun pada masyarakat dan bangsa.
“Ideologi yang direpresentasikan merupakan representasi dari nilai-nilai yang inheren dengan keberadaan PDI Perjuangan dan Partai Golkar itu sendiri terkait dengan situasi sosial dan politik yang dihadapinya, mulai dari sejarah kelahirannya hingga situasi yang meliputinya di awal reformasi,” jelasnya.
Selain fokus pada ide utama, keberhasilan iklan politik dalam memengaruhi kesadaran khalayak merupakan kelengkapan pesan-pesan yang disampaikan melalui variasi penyajian iklan disertai aspek psikologis, sosial, budaya dan politik dalam strategi dan teknis pembuatannya. Dengan demikian, iklan dapat lebih mudah diterima sebagai bagian yang wajar dalam kehidupan khalayak. (Humas UGM/Gloria)