Bencana alam yang sering melanda di sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya bisa menjadi pengalaman dan sumber pengetahuan baru bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan. Namun demikian, bencana tersebut ternyata tidak serta-merta membawa dampak penanggulangan bencana menjadi semakin baik, justru yang terjadi sebaliknya. “Dari sisi manajemen, kebijakan dan kepemimpinan, serta reaksi masyarakat menghadapi bencana belum menunjukkan ke arah yang lebih baik,” kata Pakar Psikologi Sosial UGM, Dr. Rahmat Hidayat dalam workshop multidisipliner bertajuk ‘Disaster-Reduction, Resilience, Well-Being, and Culture’ di Fakultas Psikologi UGM, Senin (15/2)
Rahmat menegaskan penanggulangan bencana selama ini sangat minim disertai kajian riset, dokumentasi, bahkan dipublikasikan dalam bentuk buku. Padahal, apabila pengalaman tersebut didokumentasi dan dipublikasikan dengan baik melalui riset, bisa menambah pengetahuan dan keterampilan baru dalam menghadapi bencana di masa mendatang. Di samping itu, pemerintah menurutnya, tidak segan-segan membangun sebuah penanda atau pengingat berupa monumen yang didirikan di area yang pernah terkena bencana.”Bisa diwujudkan dalam bentuk monumen, karya instalasi, dan ditempatkan di area yang pernah terkena dampak sebagai penanda dan pengingat,” katanya.
Dia mencontophkan apa yang dilakukan pemerintah Jepang dengan membuat penanda di daerah lokasi yang pernah terkena dampak tsunami. Penanda berupa monumen berisi papan informasi tersebut bisa mengingatkan warga terhadap risiko bencana tsunami. “Monumen yang dibangun itu juga disertai informasi daya jangkau bahaya tsunami dan risiko yang didapat apabila masih menempati area yang pernah kena dampak tersebut,” terangnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah Jepang bisa ditiru oleh Pemda DIY dengan membangun monumen di sekitar areal kawasan Gunung Merapi sebagai penanda kawasan terlarang dan berbahaya. Dengan adanya penanda itu, masyarakat semakin tahu risiko yang mereka dapatkan apabila sewaktu-waktu erupsi Merapi muncul kembali.
Kepala Bidang Informasi dan Evaluasi, Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, M. Kamaruzzaman, mengatakan 80 persen bencana bisa diprediksi. Namun, keberhasilan penanggulangan setiap bencana tergantung dari kesiapan pemerintah dan masyarakat. Dia mengakui bahwa koordinasi antar instansi yang berwenang dalam penaggulangan bencana di daerah masih sangat lemah. “Kadang di daerah tidak mengantisipasi bencana dan tidak menganggarkan dana, misalnya kasus bencana asap kebakaran hutan tahun lalu saja, ada daerah sampai minta bantuan masker dari pusat,” tuturnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)