Fakultas Hukum UGM tahun ini merayakan Dies Natalisnya yang ke-70. Dalam perjalanannya, berbagai capaian dan kemajuan telah diraih. Hal ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D., dalam Rapat Senat Terbuka memperingati Dies Natalis, Rabu (17/2) di Auditorium Fakultas Hukum.
“Kami berupaya untuk terus memperkuat dan meningkatkan kualitas pelayanan pembelajaran di Fakultas Hukum, agar mampu melahirkan lulusan yang memiliki jati diri UGM dengan pengetahuan dan keterampilan yang setara dengan lulusan perguruan tinggi berkelas internasional,” ujar Hawin.
Dari segi akademis, Fakultas Hukum terus mengembangkan mata kuliah, metode dan capaian pembelajaran yang mampu menjawab tantangan dari dunia kerja namun tidak meninggalkan pemahaman terhadap prinsip dan asas hukum, dengan proporsi seimbang antara knowledge, skill, dan values. Seiring dengan visi ini, peningkatan keterampilan hukum dari para lulusan menjadi perhatian utama.
Peningkatan keterampilan ini salah satunya dilakukan melalui penyelenggaraan 15 mata kuliah Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum (PLKH) serta mata kuliah magang untuk mempersiapkan lulusan dalam memasuki dunia kerja. Selain itu, dengan pendirian Law Career and Development Center untuk menyediakan akses rekrutmen oleh berbagai perusahaan dan lembaga.
Fakultas Hukum UGM bersama USAID Indonesia’s Office of Democratic Governance menjadi salah satu dari 7 fakultas hukum di Indonesia yang pertama kali memperkenalkan metode pembelajaran Clinical Legal Education dalam mata kuliah PLKH. Dengan program ini, mahasiswa akan ditempatkan di kantor mitra untuk ikut terlibat dalam penanganan kasus-kasus hukum yang nyata terjadi di masyarakat. Pengembangan kegiatan akademik ini juga disertai dengan pengembangan kegiatan nonakademik melalui lembaga-lembaga kemahasiswaan sebagai sarana bagi para mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam soft skills dan kepemimpinan.
Berbagai pusat kajian yang ada, seperti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) dan Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah pun telah berkontribusi dalam pengembangan riset ilmiah, penyuluhan kepada masyarakat, serta berbagai pelatihan.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia, Ferry Mursyidan Baldan, menyampaikan beberapa persoalan hukum yang masih terjadi di Indonesia serta menjadi tantangan bagi para alumni. Hal ini ia paparkan dalam orasi ilmiah berjudul ‘Hukum Agraria yang Berkeadilan dan Menyejahterakan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.’
“Terkadang keputusan pengadilan justru memunculkan rasa ketidakadilan dalam persoalan pertanahan. Padahal, tanah merupakan aspek penting yang mencakup segala segi kehidupan manusia,” jelasnya.
Oleh karena itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mencanangkan proses pembaruan agraria yang dikenal sebagai Reforma Agraria, yaitu suatu proses berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria demi tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Tanah memiliki fungsi dan dimensi sosial, emosional, spiritual, religius, serta merupakan perekat hubungan sosial untuk mewujudkan ruang hidup yang memakmurkan. Maka, tanah tidak boleh menjadi penyebab konflik antarperorangan atau kelompok,” ujarnya. (Humas UGM/Gloria)