Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan keganasan di rongga nasofaring yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. KNF ini juga menjadi keganasan terbanyak diantara keganasan lain di daerah kepala leher. Angka kejadian di Indonesia mencapai 6,2 per 100 ribu penduduk per tahun.
Karsinoma nasofaring bersifat sangat radiosensitif. Karenanya, radioterapi digunakan sebagai terapi standar KNF stadium awal. Sementara pada KNF stadium lanjut, kombinasi radioterapi dan kemoterapi diberikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
“Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, terapi KNF yang memadai (adekuat) dan efektif tidak selalu bisa tercapai,” ungkap dr. Sagung Rai Indrasari, M.Kes., Sp.THT-KL(K), Kamis (18/2) di Fakultas Kedokteran (FK) UGM.
Staf pengajar pada Departemen THT-KL FK UGM ini menyampaikan contoh kasus yang terjadi di Yogyakarta. Di wilayah itu ketersediaan alat radioterapi belum seimbang dengan jumlah penderita KNF.
“ Kondisi ini menyebabkan keterlambatan jadwal terapi yang kemudian berakibat pada buruknya hasil terapi,” jelasnya.
Sagung menyampaikan dari 50 penderita dengan diagnosis KNF pada tahun 2009-2010 di bagian THT-KL RSUP. Dr. Sardjito, terdapat 37 pasien atau sekitar 74 persen harus menunggu hingga lebih dari dua bulan untuk memperoleh radioterapi.
“ 10 dari penderita tersebut harus menunggu hingga lebih dari enam bulan,” katanya.
Mempertahankan disertasi berjudul “Studi Klinis Pengobatan Photodynamic Therapy (PDT)”, Sagung menyebutkan bahwa penundaan terapi pada penderita KNF berdampak pada hasil terapi yang tidak maksimal. Oleh sebab itu, alternatif terapi lain patut dikembangkan untuk mengatasi persoalan itu. Salah satunya, yaitu photodynamic therapy (PDT) atau terapi fotodinamik.
PDT adalah modalitas terapi nonbedah yang minimal invasif. Terapi ini menggunakan sumber cahaya untuk mengaktifkan obat fotosensitiser untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya. PDT telah digunakan untuk terapi tambahan pada banyak penyakit kanker, termasuk KNF.
“Dalam pengamatan jangka panjang, dilaporkan bahwa PDT bisa meningkatkan angka harapan hidup hingga 5 tahun penderita KNF residu,” jelasnya.
Dari penelitian yang dilakukan Sagung juga menunjukkan hal serupa. Angka harapan hidup penderita KNF residu yang mendapatkan PDT lebih tinggi (60,7%) dibandingkan dengan penderita KNF residu yang tidak memperoleh PDT (22,9%). Penelitian dilakukan pada penderita KNF dengan ketebalan tumor kurang dari 1 cm.
Sementara dari hasil analisis terhadap faktor-faktor prognosis keberhasilan PDT menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki angka harapan hidup lebih tinggi (73,5%) dibanding perempuan (42,2%). Penderita KNF residu yang mendapat PDT dengan usia di bawah 40 tahun mempunyai angka harapan hidup lebih baik (76,2%) dibanding penderita berusia di atas 40 tahun (53,0%). (Humas UGM/Ika)