Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) bertugas memfasilitasi kegiatan penelitian, pelatihan dan pengujian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai unit penunjang pendidikan, LPPT melakukan berbagai pelayanan pengujian penelitian baik dalam dan luar UGM. Sepanjang tahun 2014 lalu, pelayanan penelitian dan pengujian LPPT dari luar UGM mencapai 1.467 kali dan berasal dari instansi pemerintah, dinas dan swasta.
Kepala LPPT UGM, Tri Joko Raharjo, Ph.D., mengatakan LPPT mengadakan customer gathering pada Sabtu (20/2) sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan mutu layanan secara rutin serta menyerap aspirasi. Sebelumnya, LPPT telah mendata umpan balik dari pihak customer. Selama 2015 sudah ada 1.210 customer yang sudah memberikan umpan balik. “Kita ingin pertemuan dengan kalangan customer LPPT bisa menyerap aspirasi berkaitan dengan palayanan yang diberikan,” kata Tri Joko kepada wartawan di UC UGM.
Tri Joko menambahkan dari sekian banyak layanan penelitian yang dilakukan oleh LPPT, setidaknya ada dua hasil riset yang sudah menggunakan jasa LPPT dan dipamerkan dalam pertemuan customer gathering kali ini, yaitu elektronic nose dan masker anti asap. Dua produk ini dikembangkan oleh Dr. Kuwat Triyana, M.Sc.
Kepada wartawan, Kuwat Triyana menjelaskan, hidung elektronik atau electronic nose (Enose) dikembangkan meniru cara kerja hidung manusia. Untuk bisa mengenali atau membedakan sebuah sampel dengan sampel lainnya, Enose harus dilatih dulu agar mempunyai ingatan pada sampel-sampel yang dilatihkan. “Cara kerjanya mirip seperti hidung. Sampel ditaruh di alat untuk mendapatkan aroma. Bahannya dipanaskan, aroma gas yang keluar akan dideteksi oleh sendor, lalu dianalisis lewat software khusus,” katanya.
Kuwat menjelaskan penelitian alat ini telah dilakukan sejak tahun 2000 dan sudah dilatih untuk membedakan daging babi atau bukan, bahkan juga digunakan untuk menentukan birahi dan tidaknya sapi betina. “Cara kerja alat ini sangat cepat. Dalam waktu lima menit bisa selesai dan akan kita kembangkan dalam satu menit sampel bisa diketahui hasil akhirnya,” tuturnya.
Selain itu, Enose juga bisa digunakan untuk deteksi cepat kontaminasi zat berbahaya seperti formalin dalam makanan, masa kedaluwarsa produk makanan, dan kehalalan makanan. Saat ini juga sedang dikembangkan Enose untuk deteksi cepat tuberculosis (TBC). “Sedang kami kembangkan untuk bisa uji TBC dan saya kira ini bisa dimanfaatkan oleh puskesmas maupun rumah sakit dengan harga yang lebih terjangkau,” katanya
Sementara itu, produk lain berupa masker untuk antiasap dan bakteri menggunakan bahan serat nano atau nanofiber yang dibuat dengan bahan sintetik seperti polivinyl alkohol maupun bahan alam, seperti kitosan dan gelatin dengan mesin electrospinning yang dikembangkan oleh grup riset nanomaterial UGM. “Saat ini telah berhasil dibuat masker asap berserat nano, pemisah air dengan minyak,” katanya.
Penelitian ini, menurut Kuwat, terinspirasi dari bencana asap kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu lalu. Meski masih dalam tahap pengembangan, masker ini menggunakan bahan nano alami yang bisa memfilter bakteri dan debu.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc., mengatakan dua riset inovasi ini akan segara dipatenkan untuk menjadi produk bisnis unggulan di tingkat global. “Paling tidak temuan ini dapat memberikan solusi pada permasalahan bangsa,” pungkasnya. (HumasUGM/Gusti Grehenson)