Nugroho Imam Setiawan, S.T.,M.T., Ph.D., dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM terpilih mengikuti kegiatan penelitian masa depan planet bumi di Antartika yang diadakan Japan Antartic Research Expedition (JARE). Menurut rencana kegiatan riset tersebut akan dilaksanakan selama dua bulan, Januari-Februari 2017 mendatang.
Nugroho merupakan satu-satunya anggota tim ekspedisi yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Ia berhasil masuk dalam tim JARE 58 bersama dengan dua peneliti lain dari Mongolia dan Srilanka setelah melalui seleksi wawancara dan rekomendasi.
“Banyak peneliti yg mendaftar ekspedisi ini seperti Malaysia, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Laos, dan lainnya, tetapi yang terpilih hanya dari 3 negara, yaitu Indonesia, Srilanka, dan Mongolia,” jelasnya Rabu (16/3).
Nugroho menyampaikan tim JARE summer dan winter party berjumlah sekitar 64 orang, 61 orang diantaranya berasal dari Jepang dan 3 lainnya dari Indonesia, Srilanka dan Mongolia. JARE ke-58 kali ini mengundang ilmuwan dari negara Asia yang belum memiliki basecamp di Antartika untuk bergabung sebagai observer melalui program Asian Forum for Polar Sciences (AFOPS). Kali ini observer bergabung ke dalam tim geologi.
“Saya masuk ke dalam tim geologi yang akan meneliti batuan metamorf di Antartika, persyaratan dasarnya adalah spesialisasi keilmuan di bidang batuan metamorf,” terangnya.
Latihan Ekspedisi Antartika
Untuk mempersiapkan pelaksanan ekspedisi riset di Antartika ia bersama anggota tim lainnya mengikuti “Winter Camp Training” pada 7-11 Maret lalu di Jepang. Pelatihan ini diselenggarakan oleh National Institute of Polar Research (NIPR) yang merupakan organisasi resmi penyelenggara Japan Antarctic Research Expedition.
“Tujuan dari training ini untuk mempersiapkan anggota tim ekspedisi agar mampu melakukan kegiatan riset di Antartika dengan cuaca yang sangat ekstrim,” kata geolog muda ini.
Tim riset akan berangkat ke Antartika pada akhir November 2016 dan kembali pada Maret 2017. Tim ini terdiri dari para peneliti yang berasal dari berbagai disiplin keilmuan seperti geografi, geologi, oseanografi biologi, geofisika, sedimentologi, astronomi, glasiologi, dan yang lainnya. Masing-masing tim riset memiliki kurikulum training yang berbeda-beda.
Lebih lanjut Nugroho menjelaskan saat pelatihan kemarin ia bersama anggota tim observer selain mendapatkan penjelasan terkait kegiatan ekspedisi JARE juga diberikan materi terkait cara bertahan hidup. Disamping itu, juga melakukan praktik dalam upaya menemukan rute apabila suatu saat tersesat dalam ekspedisi.
“Kami tim observer juga mendapatkan pelatihan berjalan di salju dengan climbing iron, evakuasi jurang, pelatihan tidur di bivax dan lainnya,”terangnya.
Nugroho merasa bangga dan bersyukur bisa masuk dalam ekspedisi Antartika ini dan mangharumkan nama UGM maupun Indonesia. Kendati begitu, terselip perasaan cemas akan keadaan suhu ekstrim yang akan dihadapinya di Antartika.
“Ada rasa nervous karena hanya saya yang berasal dari negara khatulistiwa dengan suhu stabil tanpa pernah hidup lama pada kondisi minus 10 derajat celcius, apalagi dengan camping,” ungkap lulusan Kyushu University, Jepang ini.
Dengan mengikuti ekspedisi riset di Antartika ini nantinya Nugroho berharap bisa memperoleh data-data yang bagus untuk publikasi paper dalam mengungkap evolusi dari batuan metamorf. Selain itu, juga dapat mendorong generasi selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa dari ilmu-ilmu dasar.
“Akan lebih baik lagi jika pemerintah Indonesia mau membuat basecamp riset di Antartika,” harapnya. (Humas UGM/Ika)