Penyakit tuberkolosis (TB) masih menjadi persoalan kesehatan serius bagi masyarakat. Data WHO tahun 2014 menyebutkan terdapat sebanyak 9,6 juta orang menderita TB dan 1,5 juta diantaranya mengalami kematian. Sementara di Indonesia, 10 hingga 30 orang diantara 1.000 penduduk terinfeksi TB setiap tahunnya.
“Jumlah orang yang terinfeksi TB di Indonesia cukup tinggi dan menempatkan Indonesia masuk 4 besar negara dengan penderita TB terbanyak di dunia,” kata Ahli Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran UGM, dr. Titi Nuryastuti, M.Si., Ph.D., Sp.MK., Rabu (23/3).
Saat ditemui di Laboratorium Tuberkolosis Departemen Mikrobiologi FK UGM, Titik menyampaikan bahwa TB ini merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab kematian kedua setelah HIV/AIDS. Oleh karena itu, upaya pemberantasan TB harus terus dilakukan guna menekan pertambahan jumlah kasus infeksi baru.
“Jumlah penderita TB di Indonesia terus bertambah sejalan dengan semakin meningkatnya penderita HIV/AIDS, diabetes militus, dan penyakit lain yang berkaitan dengan sistem imun,” terangnya memperingati Hari TB Sedunia yang jatuh setiap 24 Maret.
Upaya pencegahan penularan TB bisa dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok dan meningkatkan kebersihan lingkungan. Bagi penderita TB diupayakan selalu menggunakan masker agar saat batuk atau bersin tidak ada keluarga dan orang di sekeliling yang tertular. Selain itu, juga tidak meludah di sembarang tempat.
“Usahakan untuk menampung dahak dengan tempat yang tertutup dan tidak membuangnya di sembarang tempat,” jelas lulusan doktor dari University of Groningen, Belanda ini.
Penyakit TB disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosa. Penularan terjadi melalui cairan ludah penderita TB saat berbicara, meludah, batuk maupun bersin. Gejala yang muncul seperti batuk secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, kadang-kadang dahak yang keluar bercampur darah, berkeringat di malam hari walaupun tanpa aktivitas, sesak nafas dengan nyeri di dada, serta terjadi penurunan berat badan.
Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk memastikan status diri terhadap TB. Hal ini perlu dilakukan mengingat Indonesia menjadi negara yang sangat berisiko terhadap TB. Untuk memastikan apakah seseorang terkena TB dapat dilakukan pemeriksaan dahak. Apabila hasilnya positif sebaiknya melakukan terapi TB secara kontinu. Pengobatan TB dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit dan BP4 yang diberikan secara gratis oleh pemerintah.
Lebih lanjut Titik mengatakan TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Pencegahan dengan memutuskan rantai penularan dengan mengobati penderita TB hingga sembuh total. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan menjalani pengobatan secara teratur hingga dinyatakan sembuh dengan waktu pengobatan berkisar 6-8 bulan.
“Kegagalan pengobatan TB banyak terjadi dikarenakan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan, banyak terjadi putus obat. Ini akan memperparah TB dan memunculkan resistensi pada obat ( TB-MDR),” kata penanggung jawab Lab. TB FK UGM ini.
Data Lab. TB Mikrobiologi FK UGM selama 2013-2014 mencatat penderita TB tertinggi adalah Kabupaten Sleman dengan 51 orang, diikuti Kotamadya Yogyakarta 42 orang , Kabupaten Bantul 37 orang , Kabupaten Kulon Progo 22 orang , dan Kabupaten Gunungkidul 18 orang. Sementara penderita TB MDR tertinggi di Kabupaten Bantul sebanyak 6 orang, kemudian Sleman 4 orang, Kotamadya Yogyakarta 3 orang, Kabupaten Kulon Progo 3 orang, dan Kabupaten Gunungkidul 1 orang. Selanjutnya, penderita TB HIV tertinggi di Kabupaten Sleman 34 orang lalu diikuti Kotamadya Yogyakarta 27 orang, Kabupaten Bantul 16 orang, Kabupaten Kulon Progo 3 orang serta Kabupaten Gunungkidul 2 orang.
Titik menyampaikan apabila pasien tidak teratur minum obat, penyakit akan sukar diobati karena kuman menjadi kebal terhadap obat TB. Selain itu, kuman dalam tubuh akan berkembang menjadi lebih banyak dan menyerang organ tubuh lainnya.
“Waktu penyembuhan juga akan lebih lama,” terangnya.
Oleh karena itu, kata Titik, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung Indonesia bebas TB. Pemberantasan TB dapat dimulai dari keluarga dengan mendukung penderita untuk sembuh, yaitu dengan menjadi pengawas minum obat dan pengobatan teratur hingga mencapai kesembuhan.
Sedangkan bagi keluarga yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan TB diharapkan segera melakukan pemeriksaan dan skrining guna mengetahui status kesehatannya. Sementara bagi masyarakat luas diharapkan bisa terus meningkatkan pengetahuan tentang TB dan tidak melakukan stigmatisasi maupun diskriminasi pada penderita TB. (Humas UGM/Ika)