Dodol adalah makanan khas Indonesia. Karena rasanya yang manis dan teksturnya yang kenyal menjadikan makanan ini disukai berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Dodol sendiri terbuat dari olahan santan kelapa, tepung ketan, gula pasir, gula merah, dan garam. Berbagai produk dodol yang beredar selama ini menggunakan kemasan plastik sebagai pembungkus.
Penggunaan kemasan plastik sebagai pembungkus disinyalir dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia. Gangguan kesehatan yang timbul diakibatkan berpindahnya zat vinil khlorida ke bahan makanan.
“Vinil khlorida dan akrilonitril merupakan monomer yang berbahaya, karena berpotensi menimbulkan kanker. Selain memberi efek buruk bagi kesehatan, kemasan plastik dapat berpengaruh terhadap cemaran mikroba selama masa penyimpanan,” ujar Ridwan, mahasiswa Jurusan Ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas peternakan UGM, Rabu (6/4).
Melihat kondisi tersebut, Ridwan bersama empat temannya dari jurusan dan fakultas yang sama, Elisa Nirmalawati, Ahmad Solihin, Nurlissa Uke Dessy, dan Lintang Anggoro membuat inovasi penelitian dengan memanfaatkan shank ayam sebagai gelatin pembungkus dodol. Selain murah, pemanfaatan limbah kulit kaki ayam sebagai gelatin untuk pembungkus dodol menjadikan dodol bisa langsung dikunyah.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P), Ridwan menjelaskan pemilihan shank ayam sebagai alternatif untuk menggantikan plastik adalah dengan membuat selongsong alami sebagai kemasan dodol. Selongsong alami ini memanfaatkan kulit shank (kaki) ayam broiler sebagai bahan baku dari gelatin. Sementara Gelatin merupakan protein hasil hidrolisis parsial kolagen.
Gelatin, kata Ridwan, diaplikasikan sebagai edible film dan edible coating. Edible film merupakan suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang bersifat hidrolik dari protein maupun karbohidrat serta lemak yang berfungsi sebagai bahan pengemas yang memberikan efek pengawetan, sedangkan edible coating adalah lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotam untuk memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis.
“Penelitian ini penting dilakukan karena gelatin edible film mempunyai keunggulan sebagai alternatif pengemas alami yang mampu menahan cemaran mikroba pada saat penyimpanan,” kata Ridwan.
Meski begitu, menurut Ridwan, masih perlu dilakukan uji kualitas karakteristik. Uji kualitas tersebut meliputi ketebalan, kuat tarik, kemuluran dan aplikasi sebagai pengemas alami terhadap lama penyimpanan yang meliputi kadar air, nilai Ph, aktivitas air dan cemaran mikroba yang mengacu kepada standarisasi keamanan pangan SNI 7388 tentang cemaran mikroba.
Ridwan menandaskan pengembangan edible film pada makanan dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik, memperpanjang daya tahan dan dapat menjadi bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edible film ini tentu memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah.
“Dengan PKM-Penelitian mahasiswa, kita berharap karya inovasi ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai panduan dalam membuat gelatin dari kulit kaki ayam, dan diaplikasikan untuk membungkus dodol,” papar Ridwan. (Humas UGM/ Agung)