Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei bukan sekadar hari untuk mengenang Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, serta para pejuang pendidikan di masa lampau. Peringatan ini juga menjadi momentum bagi bangsa Indonseia, khususnya perguruan tinggi di Indonesia, untuk mengobarkan semangat reformasi pendidikan yang telah digulirkan oleh para tokoh pendidikan tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Prof. Mohamad Nasir, dalam sambutan yang dibacakan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., pada upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional, Senin (2/5) di Gedung Pusat UGM.
“Ki Hajar Dewantara mengumandangkan pemikirannya tentang pendidikan Indonesia, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handyani, dan menerapkannya dalam sekolah Taman Siswa. Insisiatif tersebut menjadi awal bentuk reformasi pendidikan di Indonesia,” ujarnya.
Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini, Nasir mengajak perguruan tinggi untuk bersama-sama bekerja dalam mereformasi penyelenggaraan pendidikan tinggi, diantaranya melalui deregulasi, penyediaan pendidikan yang fleksibel dan berorientasi pada siswa dan pangsa pasar, perubahan kurikulum, penyediaan dosen, guru besar, dan tenaga kependidikan yang profesional. Selain itu, pendidikan yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, orientasi pada keterampilan yang teruji dan berdaya saing, pengembangan bidang ilmu strategis, revitalisasi kelembagaan, serta kemampuan pendidikan tinggi untuk menghasilkan riset dan inovasi yang kompetitif.
Reformasi ini, menurutnya, menjadi penting untuk dilakukan karena globalisasi telah meningkatkan kompetisi di tingkat institusi, nasional, dan internasional. Ia menyebutkan saat ini indeks daya saing Indonesia yang diukur dari indikator higher education and training menunjukkan bahwa pada 2014-2015 Indonesia menduduki peringkat ke-60 dengan indeks daya saing 4,5. Sementara itu, dengan angka indeks daya saing yang sama pada 2015-2016 peringkat Indonesia turun menjadi 65. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 1 tahun negara lain telah mampu meningkatkan indeks daya saing mereka melampaui Indonesia.
“Hal ini tidak boleh kita biarkan begitu saja. Ayo kita kerja secara inovatif dan kompetitif untuk menghasilkan SDM yang terampil serta inovasi dan teknologi yang berdaya saing sebagai tujuan utama pendidikan tinggi kita,” tambahnya.
Menanggapi sambutan ini, Dwikorita menyampaikan langkah-langkah yang diambil UGM untuk memadukan arti penting pembentukan karakter dan kemampuan intelektual serta keterampilan. “Kami menyiapkan perubahan kurikulum yang akan mengakomodasi tidak hanya kemampuan kognitif, tetapi juga pembentukan karakter, misalnya melalui berbagai kegiatan mahasiswa dan mata kuliah lintas disiplin,” paparnya.
Dalam upacara yang diikuti oleh para pimpinan universitas, dosen, tenaga kependidikan, serta mahasiswa ini, ia pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama berpartisipasi dan berkontribusi secara nyata dalam proses reformasi pendidikan tinggi, terutama mengingat sejarah UGM yang didirikan oleh para pejuang kemerdekaan untuk membangun peradaban baru di Indonesia yang berperikemanusiaan melalui pendidikan dan kebudayaan. “Mari kita tinggalkan kepentingan pribadi dan golongan. PR kita bersama adalah untuk meningkatkan daya saing lulusan dan daya saing bangsa,” ujarnya. (Humas UGM/Gloria)