Menurut Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia termasuk 10 negara dengan produksi ikan yang paling besar di dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa peran Indonesia untuk memenuhi permintaan konsumsi ikan di dunia sangatlah besar. Setidaknya, 75 persen produksi ikan Indonesia berasal dari industri ikan tangkap karena didukung dengan potensi lautan yang sangat luas. Sayangnya, eksploitasi yang berlebihan dapat membahayakan ekosistem kelautan Indonesia dan dapat mengurangi kemampuan produksi hasil laut secara natural.
Selain sektor industri ikan tangkap terdapat sektor lain yang sangat potensial untuk dikembangkan, yakni sektor perikanan budidaya. Dua puluh lima persen total produksi perikanan Indonesia berasal dari sektor perikanan budidaya. Sayangnya, semenjak tahun 2005 perkembangan sektor ini berjalan stagnan karena permasalahan lahan dan air bersih untuk budidaya ikan.
Kondisi tersebut mendorong tiga mahasiswa UGM untuk mengembangkan inovasi penelitian terkait pengadaan air bersih untuk budidaya ikan. Mereka adalah Muhammad Nabil Satria Faradis dan Fajar Sidik Abdullah dari Teknik Mesin dan Untari Febrian Ramadhani dari Manajemen FEB yang berhasil mengembangkan teknologi microbubble generator (MBG). Penelitian ini juga tengah diajukan dalam kompetisi yang diadakan oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
“Teknologi ini memungkinkan jumlah oksigen terlarut dalam air bisa meningkat karena ukuran gelembung yang jauh lebih kecil dibandingkan ukuran gelembung yang diproduksi dari aerator biasa,” jelas Nabil, kepada wartawan Rabu (4/5) di Lab Akuakultur, Departeman Perikanan, Fakultas Pertanian UGM.
Nabil menjelaskan MBG dikembangkan dalam sebuah rangkaian yang sederhana. Rangkaian tersebut terdiri dari dua komponen utama, yaitu pompa dan pipa. Pengaplikasian teknologi ini dapat meningkatkan kualitas air di kolam pembiakan ikan. Dengan kualitas air yang semakin baik akan mendukung pertumbuhan ikan dalam kolam.
“Ikan akan semakin panjang, berat, dan jumlah ikan yang mati dari masa pembibitan hingga panen pun akan berkurang,” tuturnya.
Fajar menambahkan teknologi ini juga dapat membuat distribusi oksigen dalam kolam menjadi lebih sempurna. Pasalnya, gelembung udara bisa dihasilkan dari dasar kolam. Hal ini menyebabkan teknologi ini cocok untuk diterapkan di lahan terbatas dengan kedalaman maksimal.
“Dari hasil uji yang kami lakukan terlihat bahwa dengan pengaplikasian teknologi MBG ini mampu meningkatkan kualitas air dan menyalurkan oksigen dalam kolam secara maksimal serta bisa diterapkan di daerah yang minim air,” ungkapnya.
Mereka melakukan penelitian di laboratorium Aquaculture, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian UGM. Selain mengujikan dalam skala laboratorium, alat ini juga telah diujikan di lapangan yaitu di kolam pembudidayaan ikan di daerah Cangkringan, Sleman. Penelitian ini turut melibatkan Departemen Teknik Mesin dan Industri, Depatemen Teknik Kimia, Departemen Perikanan, dan Pusat Studi Energi (PSE) UGM.
Untari berharap dengan inovasi teknologi ini nantinya dapat membantu meningkatkan produksi ikan tahunan hingga 50 persen. Hal itu sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan hidup nelayan-nelayan lokal.
“Saat ini kami terus melakukan pengembangan teknologi MBG ini. Kedepan rencananya kami akan menggunakan panel surya untuk pembangkit listrik dan mengembangkan aplikasi berbasis android untuk pengontrolan alat ,”terangnya.
Sementara itu, Dr. Deendarlianto, Ketua Pusat Studi Energi, sekaligus salah satu supervisor penelitian ini menjelaskan jika selama ini Pusat Studi Energi telah menjadi salah satu pionir dan frontier knowledge dari riset Mikrobubble. Riset ini adalah ujicoba pertama untuk pemanfaatan di bidang perikanan.
“Saat ini MGB masih dalam proses pengajuan paten. Kedepan, rencananya alat ini akan diproduksi secara massal sehingga bisa digunakan oleh masyarakat untuk mendukung peningkatan produktivitas budidaya ikan ,” jelasnya.(Humas UGM/Ika)