Dua mahasiswa Fakultas Peternakan UGM terpilih mengikuti program magang di peternakan kawasan Top End Australia Utara. Mereka berkesempatan mengikuti Indonesia Australia Pastoral Program 2016 yang dilaksanakan Northern Territory Cattlemen Association (NTCA) bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) selama bulan April-Juni 2016.
Kedua mahasiswa itu adalah Ofiaendama Nafiida dan RA Sekarini Kusumawati yang merupakan mahasiswa angkatan 2013. Mereka melaksanakan program magang ini bersama dengan 18 mahasiswa Indonesia lainnya.
Dalam program kali ini, Indonesia mengirimkan 20 mahasiswa yang berasal dari 14 universitas. Kedua puluh mahasiswa ini merupakan mahasiswa yang terpilih dari hasil seleksi nasional yang diikuti 120 mahasiswa dari berbagai universitas Indonesia.
“Senang dan bangga tentunya bisa terpilih menjadi perwakilan Indonesia untuk mengikuti program ini,” ungkap Ofi.
Ofi mengatakan dalam program ini mereka diberikan kesempatan untuk belajar secara langsung cara pengelolaan ternak dalam skala besar yang dilakukan peternak Australia. Seluruh peserta magang akan mempelajari pengetahuan dasar menangani ternak, menunggang kuda dan penggunaan motor untuk mengembala ternak. Selain itu, juga terkait pengetahuan kesejahteraan ternak, pertolongan pertama pada tempat kerja, dan bekerja di ketinggian.
“Selama 2 minggu awal ini kami diberikan pelatihan-pelatihan pengelolaan dan penggembalaan ternak di Charles Darwin University ,” jelas Ofi saat dihubungi via email, Senin (9/5).
Setelah itu, para peserta magang akan ditempatkan ke sejumlah peternakan (station) yang berada di wilayah Katherine selama 6 minggu. Dalam program kali ini menggandeng 8 perusahaan ternak dan 2 peternakan keluarga. Di setiap peternakan yang tergabung dalam program ini memiliki paling sedikit 25 ribu sapi. Selama di peternakan nantinya mereka akan bekerja selayaknya peternak di Australia.
“Saat ini kami sudah ditempatkan di station. Disini kami akan akan melakukan penggembalan ternak dalam skala besar (mustering), menggiring ribuan sapi menggunakan kuda maupun motor dan masih banyak lainnya,” urai Ofi yang ditempatkan di Newcastle Waters Station.
Ofi mengatakan terdapat perbedaan sistem pemeliharaan ternak di Indonesia dengan Autralia. Di Indonesia model yang dikembangkan berupa peternakan intensif di dalam kandang. Sedangkan peternakan di Australia menerapkan model ekstensif yaitu mustering atau penggembalaan dalam skala besar. Pakan yang digunakan juga tergantung dari kebutuhan yang diperlukan ternak dan jenis tanah yang cocok untuk ditumbuhi pakan. Demikian halnya pada sistem perkawinan ternak juga berbeda yaitu di Indonesia melalui inseminasi buatan sementara di Australia melalui perkawinan alami.
“Model peternakan, suasana, lingkungan, serta budaya yang berbeda ini menjadi pengalaman baru dan unik bagi saya,” tuturnya. (Humas UGM/Ika)