Tebu merupakan tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Bahkan, tanaman penghasil gula ini menjadi salah satu komoditas unggulan sektor pertanian dan perkebunan di beberapa daerah.
Di Indonesia gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian. Sayangnya, produksi gula nasional belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi gula nasional. Data tahun 2015 mencatat angka produksi gula berada pada kisaran 2,5 juta ton, sementara tingkat konsumsi mencapai 2,7 ton. Peningkatan permintaan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, salah satunya dikarenakan menurunnya kadar gula tebu akibat terkena penyakit.
Prihatin akan kondisi tersebut, empat mahasiswa Fakultas Geografi UGM yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) UGM berupaya melakukan penelitian untuk mencari solusi mengatasi permasalahan itu. Mereka adalah Ridho Dwi Darmawan, Deha Agus Umarhadi, Muchsin Nur Wachid, dan Ahmad Faizan Bustomi dari Departemen Sistem Informasi Geografi Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh.
Mereka memanfaatkan teknologi pesawat tanpa awak (UAV) untuk mengidentifikasi kesehatan tanaman tebu. UAV tersebut dimodifikasi dengan penambahan kamera inframerah (colour infra red).
Ridho, Ketua tim Operasi Pesawat Tanpa Awak untuk Identifikasi Kesehatan Tanaman Tebu Semiotomatis (OPTIEMUS) mengatakan dengan penggunaan UAV yang telah dimodifikasi tersebut sebagai wahana pemotretan dapat menjangkau wilayah yang luas. Selain itu, akan memudahkan proses identifikasi kesehatan tebu.
“Selama ini, identifikasi tebu masih dilakukan secara manual. Proses tersebut tidak mudah karena kebun yang luas dan jarak tanam tebu yang rapat menyulitkan identifikasi tanaman,” ungkapnya, Kamis (12/5) di Fakultas Geografi UGM.
Dengan pemakaian UAV ini, dikatakan Ridho, dapat membantu menigkatkan efisiensi dalam melakukan identifikasi kesehatan tanaman tebu dengan optimal. UAV dimanfaatkan untuk melakukan pemotretan menggunakan kamera inframerah yang peka terhadap keberadaan vegetasi.
Selanjutnya, hasil pemotretan tanaman tebu diolah menggunakan transformasi indek vegetasi (NDVI). Kemudian data yang didapat digunakan untuk menghitung persentase dari lahan perkebunan yang mengalami penurunan kesehatan.
“Dengan begitu bisa diprediksi produktivitas lahan tersebut dan upaya penanganan lanjutan terhadap tanaman yang teridentifikasi tidak sehat,” imbuh Deha.
Deha menyampaikan dengan UAV tersebut dapat digunakan untuk memetakan 3 hektar tanaman tebu dalam sekali terbang yang berdurasi 7 menit. Sementara dalam pemetaan kebun tebu tersebut mereka menggunakan mode auto-pilot untuk mendapatkan hasil optimal.
“Dengan metode ini dapat mengidentifikasi kesehatan tanaman tebu secara optimal. Harapannya pemanfaatan teknologi ini dapat mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada gula pada tahun 2019 mendatang,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)