Telepon seluler atau ponsel saat ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern, baik bagi orang tua, remaja, maupun anak-anak. Kehadirannya memudahkan komunikasi antara individu tanpa batasan jarak, ruang, dan waktu. Namun begitu, penggunaan ponsel secara berlebihan menghasilkan polusi elektromagnetik bagi kesehatan manusia.
“Paparan radiasi gelombang elektromagnetik radiofrekuensi ponsel terbukti menurunkan kualitas dan fungsionalitas spermatozoa manusia secara in vitro,” tegas dr. Isna Qadrijati, M.Kes., saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Kamis (12/5).
Isna melakukan penelitian menggunakan spermatozoa dari ejakulat pria yang dinyatakan sehat. Sperma diberikan perlakuan berupa paparan radiasi ponsel secara akut dan kronik dengan tingkat paparan radiasi elektromagnet pada tubuh (SAR) 2W/kg dan 5,7 W/kg selama 1 jam dan 2 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin lama dan besar paparan radiasi gelombang elektromagnetik radiofrekuensi ponsel makan akan semakin rendah pula kualitas dan fungsionalitas spermatozoa secara invitro dibandingkan sperma yang tidak diberikan perlakuan.
“Kualitas sperma meliputi konsentrasi, motilitas, morfologi menurun. Demikian halnya dengan fungsionalitas sperma juga menurun baik apoptosis maupun jumlah kalsium intraselulernya,” tutur dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret ini.
Ditambahkan Isna, paparan radiasi gelombang elektromagnetik ponsel ini juga berpengaruh terhadap ekspresi Voltage-gated ca2+ channels (VGCC) pada sperma. Paparan radiasi ini menghambat ekspresi VGCC pada sperma dalam bentuk penutupan kanal kalsium.
“Semakin sedikit ekspresi VGSS yang diperoleh berarti semakin sedikit kanal kalsium yang bersifat terbuka sehingga kualitas dan fungsionalitas sperma semakin rendah,” jelasnya.
Guna meminimalkan risiko penurunan kesuburan pada kaum pria, Isna menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan ponsel secara berlebihan. Sementara bagi industri ponsel diharapkan bisa memproduksi jenis ponel yang memiliki nilai SAR rendah.
“Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan, harapannya bisa mengeluarkan peraturan untuk mengurangi risiko terkait penggunaan ponsel ini,” katanya. (Humas UGM/Ika)