Mandeh merupakan salah satu daerah di Kabupaten Pesisir, Selatan Sumatera Barat, yang terkenal dengan keindahan dan pesona lautnya. Kawasan Mandeh mempunyai area terumbu karang sekitar 70 hektar dengan keragaman biota lautnya.
Selain wisata terumbu karang, terdapat satu spot bawah laut yang tak kalah menarik disana yaitu wisata kapal karam (shipwreck) Boelongan. Shipwreck Boelongan merupakan bangkai kapal Belanda yang tenggelam di teluk Mandeh Sumatera Barat pada tahun 1942 akibat serangan tentara Jepang.
“Shipwreck Boeleongan yang berada di kawasan wisata bahari terpadu teluk Mandeh memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi objek wisata selam unggulan dunia,” kata Dwi Kurnia Sandy, mahasiswa Departemen Arkeologi FIB UGM, Kamis(19/5) di Kampus UGM.
Menurutnya, dengan lokasi shipwreck Boeleongan yang berada di kedalaman mulai 20 meter ini dapat diselami oleh penyelam amatir hingga profesional. Arus laut yang relatif tenang serta kehidupan biota laut dengan terumbu karang dan jenis ikan yang beragam, membuat shipwreck Boelongan dapat dijadikan alternatif lokasi penyelaman kelas dunia. Melihat pontensi ini maka diperlukan upaya pelestarian shipwreck dan lingkungannya sehingga wisata ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat.
Namun begitu, terdapat berbagai kendala dan tantangan dalam upaya pelestarian shipwreck ini. Misalnya, adanya sedimentasi yang dibawa aliran sungai selama bertahun-tahun telah menimbun hampir separuh bangkai kapal. Selain itu, aktifitas manusia seperti penangkapan ikan secara liar hingga pencurian besi berpotensi menimbulkan kerusakan bagi bangkai kapal yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya pada tahun 2007 ini.
Prihatin atas kondisi itu, Sandy bersama dengan Sultan Kurnia AB, Hafizhuddin, Wastu Hari Prasetya Muhammad, dan Muslim Dimas Khoiru dari Arkeologi serta Fadli Rozamuri dari Teknik Geologi yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH) berusaha mencari solusi untuk persoalan tersebut. Mereka melakukan kajian lintas keilmuan untuk menghasilkan suatu strategi pelestarian Shipwreck Boelongan berdasarkan prinsip pariwisata berkelanjutan. Dalam penelitian tersebut mereka bekerjasama dengan Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP), Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Selatan.
Sandy menyebutkan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan pernah dirancang sebelumnya oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2006, akan tetapi hingga saat ini belum terlihat pembangunan yang signifikan. Pengembangan yang dilakukan baru membangun pelabuhan Carocok yang menghubungkan Painan dengan Kawasan Mandeh. Demikian halnya dengan perencanaan pelestarian khususnya pemanfatan Shipwreck Boelongan sebagai objek wisata selam belum dijalankan.
“Pembangunan wisata di kawasan Mandeh cenderung lama karena belum jelas tergambar peran stakeholder, terutama masyarakat dalam pengembangan kawasan. Sementara dalam tahapan pelaksanaannya dan perlakuan pembangunan untuk masing-masing pusat kegiatan kawasan cenderung sama,” paparnya.
Wastu menambahkan pengembangan kawasan yang dilakukan pun belum sepenuhnya mengedepankan aspirasi masyarakat dan potensi yang ada. Masalah yang muncul saat ini juga terkait dengan ketidaksinkronan stakeholder yang ada dengan masyarakat setempat. Misalnya terjadi monopoli harga paket wisata yang dilakukan oleh segelintir kelompok di Mandeh. Hal ini tentunya merugikan wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.
“Oleh karena itu, perlu komunikasi dan sinergi antara masyarakat dan pemerintah,” jelasnya.
Disamping itu, lanjutnya, beberapa pihak yang bertanggung jawab dan terlibat langsung terhadap pelestarian Shipwreck Boelongan diharapkan mempunyai satu suara dan upaya yang terpadu dalam proses pelestarian Shipwreck Boelongan. Terutama dalam pemanfaatannya sebagai objek wisata selam kelas dunia sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan disana.
Masyarakat setempat mengapresiasi usulan ini. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Mai Hendri. Menurutnya, masyarakat perlu dilibatkan langsung dalam pengelolaan wisata shipwreck ini.
“Kami warga Mandeh sebisa mungkin dilibatkan dalam pembangunan di Mandeh, karena dengan adanya kegiatan pariwisata yang mumpuni disini akan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal,”ujarnya.
Sementara Syamsuardi, Dive Master, yang telah sering menyelam di sekitar Shipwreck Boelongan merasa khawatir jika masyarakat setempat tidak diberdayakan dengan baik akan memengaruhi keberlanjutan wisata shipwreck. Oleh seba itu, perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat yang diharapkan dapat menjaga keberlanjutan wisata shipwreck bahkan bisa menjadi wisata unggulan Indonesia.(Humas UGM/Ika)