UGM dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali melakukan kerja sama dalam upaya penanggulangan bencana tanah longsor. Kerja sama itu diwujudkan dengan pemasangan alat deteksi dini bencana lonsor (early warning system atau EWS) di 14 daerah rawan longsor Indonesia.
Kerja sama ini merupakan kelanjutan program yang telah dijalankan pada tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, UGM dan BNPB telah menjalin kerja sama pemasangan sistem peringatan dini bencana longsor di enam kabupaten/kota dan 24 lokasi lainnya.
Adapun 14 EWS akan dipasang di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Sikka, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Tengah. Selanjutnya, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Buru, Kota Ambon, Kota Jayapura, Kabupaten Nabire, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Bantaeng, serta Kota Manado.
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ir. Medi Herlianto C.E.S., menyampaikan bahwa BNPB telah menyusun pengembangan sistem peringatan dini, termasuk bencana tanah longsor. Hal ini giat dilakukan melihat kondisi Indonesia yang rentan terhadap berbagai bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa serta kerugian material.
“Harapannya kedepan pemasangan alat deteksi dini bisa terus dikembangkan atau ditambah di berbagai daerah Indonesia yang rawan akan bencana longsor,” harapnya, Kamis (19/5) saat menyampaikan sambutan usai penandatanganan perjanjian kerja sama penanggulangan bencana di UGM.
Medi mengatakan untuk untuk pemasangan alat deteksi dini ini belum bisa di tempatkan di seluruh kawasan Indonesia. Namun demikian diprioritaskan dipasang di wilayah-wilayah yang rentan bencana.
“Pemasangan alat deteksi dini ini dimulai di daerah Indonesia Barat seperti Pulau Jawa dan Sumatera karena wilayah ini memiliki potensi tanah longsor yang besar,” jelasnya.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna P. Sugarda, S.H., L.L.M., mengatakan dengan kerja sama ini tidak hanya untuk melakukan pemasangan sistem peringatan dini di lokasi rentan gerakan tanah saja. Selain itu, bertujuan pula dalam upaya peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan gerakan tanah untuk mewujudkan desa tangguh bencana.
“Pemasangan EWS ini bernilai besar sehingga menuntut kemampuan untuk mengelola proyek ini terutama terkait akuntabilitas pelaksanaan kegiatan,” terangnya.
Paripurna berharap nantinya kerja sama ini bisa terus ditingkatkan. Dengan demikian, risiko yang timbul akibat bencana tanah longsor bisa diminimalkan. (Humas UGM/Ika)