Angka kemiskinan penduduk desa pada 2015 mencapai 14,21%, sementara angka kemiskinan penduduk kota sekitar 8,29%. Disparitas ini menunjukkan bahwa pembangunan pedesaan harus semakin digalakkan. Pembangunan ini dapat dimulai dari pembangunan individu atau pembangunan pada skala rumah tangga.
“Dashboard Ekonomika Kerakyatan mempunyai cita-cita menentukan kemanakah kita akan membangun desa yang kita tinggali. Ekonomi mempunyai arti dapat membangun rumah tangga sendiri, masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan harus selalu happy. Masyarakat harus mandiri dan BBM (bersyukur, bersenang dan menyenangkan),” ujar Dewan Pembina Dashboard Ekonomika Kerakyatan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M. Ec., dalam kegiatan Pelatihan Pendamping Desa: Gerakan Satu Desa Satu Koperasi, Sabtu (21/5) di University Club UGM.
Gerakan Satu Desa Satu Koperasi yang diluncurkan pada 30 Januari silam merupakan suatu program pembangunan pedesaan yang terintegrasi dan berbasis masyarakat yaitu masyarakat desa didorong untuk mandiri dan menjadi penggerak untuk mewujudkan kesejahteraan desanya. Melalui program ini masyarakat pedesaan diberi pembinaan untuk melakukan usaha produktif dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa tersebut secara berkelanjutan.
Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan One Person One Product (OPOP). Ketika satu orang sudah mulai menghasilkan produk bersama warga lain kemudian bergabung One Village One Product (OVOP), dan kemudian dihimpun lagi menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau One Village One Cooperation (OVOC).
“Koperasi dapat berbentuk badan hukum dan juga badan usaha yang dilandasi dengan semangat gotong royong dan spirit. Satu Desa Satu Koperasi pada dasarnya adalah semangat dari rakyat untuk membentuk badan usaha,” tambahnya.
Implementasi dari gerakan ini telah dimulai dari Desa Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul. Bupati Gunung Kidul Hj. Badingah, S.Sos., menyambut positif gerakan ini sebagai suatu usaha untuk memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya melalui pendekatan ekonomi kerakyatan berbasis koperasi. Ia menyayangkan banyaknya koperasi desa yang sudah tidak aktif atau bahkan mati.
“Meski koperasi memiliki arah dan tujuan yang mulia untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, banyak koperasi yang belum dikelola secara profesional, transparan, dan mengedepankan prinsip-prinsip usaha bersama. Melalui gerakan SDSK kita berharap koperasi dapat kembali menjadi perangkat utama dalam gerakan perekonomian desa,” ujarnya dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan SDM, Kabupaten Gunung Kidul, Hidayat, S.H., M.Si.
Ia pun mengapresiasi pelatihan yang diikuti oleh anggota pemerintah desa dan kecamatan sebagai sarana untuk mencipatakan pendamping desa yang berkompeten dalam hal pemberdayaan desa. Pendamping desa diharapkan mampu melaksanakan proses OPOP/OVOP/OVOC secara berkesinambungan. Untuk itu pelatihan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam pembangunan melalui peningkatan produksi yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, komunitas, dan akhirnya nasional.
“Saya yakin setiap desa memiliki potensi ekonomi yang dapat diberdayakan dan ditopang oleh organisasi koperasi. Oleh sebab itu, saya berharap nantinya akan betul-betul terbentuk satu desa satu koperasi yang sehat, dinamis, dan profesional menjadi unsur penggerak perekonomian desa,” tambahnya. (Humas UGM/Gloria)